News

Lemhannas Ingatkan Pemerintah, AI Rentan Digunakan untuk Sebar Hoaks

Tren kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) makin marak dan kian canggih, bahkan sudah bisa membuat video atau gambar hasil rekayasa. Hal ini disoroti Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) sebagai ancaman yang berbahaya jelang pemilu.

Gubernur Lemhannas, Andi Widjajanto mengatakan pemerintah harus mengantisipasi kemajuan teknologi AI yang dapat memanipulasi atau merekayasa gambar, video, suara, karena bisa dimanfaatkan sebagai sarana penyebaran berita bohong atau hoaks.

Cara menangkalnya, sambung dia, adalah menyiapkan teknologi serupa yang bisa memverifikasi bahwa gambar atau video atau suara yang tersebar adalah hasil rekayasa atau bukan. Setidaknya, tutur Andi, pemerintah harus membuat regulasi yang mengatur keberadaan AI ini.

“Pemerintah harus bisa memunculkan regulasi, atau bisa juga teknologi untuk melawan (rekayasa) hasil AI (kecerdasan buatan),” tutur dia di Jakarta, Selasa (23/5/2023).

Dia mencontohkan pernah ada beredar foto markas besar Departemen Pertahanan Amerika Serikat, Pentagon, yang seolah-seolah terbakar. Foto itu sempat viral sekitar 2 minggu lalu (10/5) di berbagai media dan media sosial.

Departemen Pertahanan AS saat itu langsung menyiarkan klarifikasi bahwa foto tersebut hasil rekayasa AI (deepfake). Walaupun demikian, foto hasil rekayasa itu sempat beberapa waktu berdampak pada bursa saham di AS. “Setelah dipelajari, yang mengenali itu buatan AI adalah AI. AI mengenali bahwa itu tidak natural (video rekaman peristiwa),” tutur Andi.

Terkait ancaman deepfake dan hoaks terhadap demokrasi, termasuk menjelang dan saat pemilihan umum, Andi menyampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta Lemhannas mengkaji lebih dalam demokrasi pada era digital, dan menyusun strategi memperkuat demokrasi di Indonesia di tengah kemajuan teknologi itu.

Dia menegaskan, kunci menangkal berita bohong dan rekayasa atas peristiwa di dunia maya adalah memperbaiki keberadaban digital di Indonesia, kata Andi Widjajanto. “Yang paling struktural, mendasar, adalah keberadaban digital yang harus kita kuatkan,” imbuhnya.

Sekadar informasi, Microsoft, perusahaan teknologi multinasional yang berpusat di Washington, Amerika Serikat, sejak 2016 meneliti tingkat keberadaban digital di beberapa negara yang hasilnya terangkum dalam Indeks Keberadaban Digital (DCI).

Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi objek riset Microsoft bersama negara lain seperti Argentina, Belgia, Brazil, Kanada, Chile, Kolombia, Prancis, Jerman, Hungaria, India, Irlandia, Italia, Malaysia, Meksiko, dan Belanda.

Microsoft pada tahun kelima riset DCI menambah tujuh negara dan wilayah yang menjadi objek penelitian DCI, yaitu Australia, Denmark, Filipina, Spanyol, Swedia, Taiwan, dan Thailand. Hasil riset DCI Microsoft pada 2020 yang dirilis Februari 2021 menunjukkan Indonesia menempati peringkat 29 dengan skor DCI 79.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button