Lini Bisnis Keluarga Pemilik Sritex, mulai Tekstil hingga Hotel

Selasa, 29 Oktober 2024 – 04:05 WIB

Ribuan karyawan Sritex kenakan pita hitam usai dinyatakan pailit oleh pengadilan. (Foto: Antara/Aris Wasita)

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com

+ Gabung

PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang, Jawa Tengah. Padahal, perusahaan ini dikenal sebagai raja tekstil terbesar di Asia Tenggara.

Tak hanya Sritex, pihak yang menjadi termohon lainnya di gugatan pailit mencakup anak perusahaannya, yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya. Di luar daftar tersebut, pemilik Sritex masih punya banyak perusahaan yang tersebar di sektor lain.

Kisah Sritex dimulai oleh HM Lukminto alias Le Djie Shin, seorang mualaf peranakan Tionghoa yang lahir pada 1 Juni 1946. Dia memulai perjalanan bisnisnya sebagai pedagang dengan berjualan tekstil di Solo sejak usia 20-an.

Solo sebagai pusat tekstil di Jawa sejak masa kolonial membuat bisnis Lukminto tumbuh subur. Hingga akhirnya pada 1966 atau di usia 26 tahun, dia berani menyewa kios di Pasar Klewer. Kios itu diberi nama UD Sri Redjeki.

Advertisement

Tak disangka bisnisnya melesat. Dua tahun berselang, Lukminto mulai membuka pabrik cetak pertamanya yang menghasilkan kain putih dan berwarna untuk pasar Solo. Pendirian pabrik inilah yang kemudian menjelma menjadi PT Sri Rejeki Isman atau Sritex.

Tidak terlalu banyak cerita ‘tangan dingin’ Lukminto dalam menjadikan Sritex sebagai ‘raja’ industri kain di Indonesia. Namun, satu hal yang menarik dari dirinya adalah kedekatan dengan Presiden Indonesia ke-2, Soeharto. Rupanya ada tangan dingin penguasa Orde baru itu dalam perkembangan Sritex.

Di era Orde Baru, Sritex adalah ikon penguasa karena disinyalir berada di bawah perlindungan Keluarga Cendana, sebutan bagi keluarga Soeharto. Fakta ini tidak terlepas dari kedekatan Lukminto dengan tangan kanan Cendana, yakni Harmoko, yang selama Orde Baru dikenal sebagai Menteri Penerangan dan Ketua Umum Golkar. Harmoko adalah sahabat kecil Lukminto.

Karena dekat dengan pemerintah dan pemegang pasar, Sritex dan Lukminto seakan mendapat durian runtuh. Di masa Orde Baru, Lukminto beberapa kali menjadi pemegang tender proyek pengadaan seragam yang disponsori pemerintah.

Di dalam negeri, ketika itu Sritex (tahun 1990-an) menerima orderan seragam batik Korpri, Golkar, dan ABRI (nama sebelum TNI). Dan karena ini pula Sritex mendapat jutaan rupiah dan dolar, ditambah dengan penguasaannya terhadap pasar garmen di dalam dan luar negeri.

Saat ini, tahta kerajaan Sritex dipegang oleh Iwan Lukminto yang merupakan merupakan putra tertua dari HM Lukminto.

Keterlibatan Iwan di Sritex terjadi sejak 1997, dan membawa Sritex menjadi produsen tekstil level international. Selama pandemi lalu, Sritex ikut memproduksi perlengkapan medis untuk perlindungan COVID-19.

Tak hanya tekstil, keluarga Lukminto juga memiliki lini bisnis di sektor lain. Sritex punya beberapa hotel bintang lima yang berlokasi di Solo, Yogyakarta, dan Bali. Beberapa hotel tersebut di antaranya Diamond, Grand Orchid, dan @Hom, Grand Quality. Lalu, dua hotel Holiday Inn Express di Yogyakarta dan Bali, hingga Solo Mansion.

Selain perhotelan, Lukminto memiliki perusahaan kertas bernama PT Sriwahana Adityakarta (SWAT). Perusahaan ini resmi melantai di bursa pada 2018 lalu.

Gurita bisnis keluarga Lukminto juga menjalar ke sektor pariwisata dan olahraga. Keluarga ini diketahui mengelola Museum Tumurun dan GOR Sritex Arena yang keduanya berlokasi di Solo, Jawa Tengah.

Topik

BERITA TERKAIT