News

Luar Biasa, Gratifikasi Mardani Maming Tiga Jam Tangan Mewah Seharga Rp8,1 Miliar

Kamis, 10 Nov 2022 – 19:38 WIB

Img 20221110 161651 - inilah.com

Sidang perdana pembacaan dakwaan terdakwa Mardani H Maming di Pengadilan Tipikor Banjarmasin secara virtual dari gedung KPK, Kamis (10/11/2022). (Foto: Antara)

Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang perdana mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan Mardani H Maming menyebut dalam dakwaan, terdakwa menerima beragam gratifikasi, termasuk tiga jam tangan mewah seharga Rp8,1 miliar. Total gratifikasi yang diterima Mardani Maming sebesar Rp118 miliar.

“Terdakwa membeli jam tangan merek Richard Mille tipe RM 07 dengan harga Rp1,9 miliar pada 16 Juni 2018,” kata Tim JPU KPK Budhi Sarumpaet saat persidangan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Kamis (10/11/2022).

Tak cuma satu, setidaknya ada tiga jam tangan mewah berharga fantastis yang dibeli oleh terdakwa disebut dalam dakwaan JPU.

Mardani juga disebut membeli dua jam tangan merek Richard Mille tipe RM 11-01 dengan harga masing-masing Rp3 miliar lebih dan Rp3,2 miliar lebih pada tanggal 7 Mei dan 6 Juli 2018.

Gratifikasi Rp 118 Miliar

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Heru Kuntjoro bersama empat anggota majelis yakni Jamser Simanjuntak, Aris Bawono Langgeng serta dua Hakim Ad Hoc itu, JPU KPK mendakwa Mardani telah menerima hadiah atau gratifikasi dari seorang pengusaha pertambangan yakni mantan Direktur PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) almarhum Henry Soetio.

JPU memaparkan total tak kurang dari Rp118 miliar hadiah atau gratifikasi diterima terdakwa dari almarhum Henry baik melalui perantara perusahaan yang terafiliasi dengan terdakwa maupun melalui perantara Rois Sunandar serta M Aliansyah.

Transaksi pemberian gratifikasi itu dilakukan secara bertahap mulai tahun 2014 hingga 2020.

Penerimaan hadiah itu karena terdakwa telah menandatangani surat keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pengalihan IUP OP pertambangan dari PT BKPL ke PT PCN.

Atas tindakannya itu, terdakwa telah menabrak ketentuan Pasal 93 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Aturan tersebut melarang adanya pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) dari satu entitas perusahaan ke perusahaan lainnya.

Dalam perkara ini, Mardani didakwa dua dakwaan alternatif.

Pertama yakni Pasal 12 huruf b Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Lalu pada dakwaan alternatif kedua Pasal 11 Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pada sidang perdana ini, Mardani hadir secara virtual dari Gedung Merah Putih KPK di Jakarta dengan didampingi empat kuasa hukumnya.

Sedangkan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin ada 10 kuasa hukum menghadiri secara langsung.

Tim kuasa hukum Mardani, Abdul Kodir usai sidang menyatakan pihaknya tidak perlu menyampaikan nota keberatan (eksepsi). “Kami ingin cepat saja agenda berikutnya langsung pemeriksaan saksi,” kata dia.

Dia pun meminta publik bisa terus memantau jalannya persidangan agar bisa berlangsung secara bebas, adil dan imparsial.

Begitu juga kepada rekan jurnalis, ujar dia, Mardani berpesan agar tetap mengawal persidangan dengan pemberitaan yang kritis, objektif dan tidak berpihak.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button