Market

M Baedowy, Mengais Rezeki di Tumpukan Sampah

Kamis, 10 Nov 2022 – 14:09 WIB

m baedowy

Foto dari Twitter Kick Andy Show

Mungkin banyak yang tak sadar, sampah punya nilai ekonomi yang menggiurkan. Dan, Mohammad Baedowy paham betul itu. Kini sudah merasakan nikmatnya.

Tentu saja, tidak semua jenis sampah punya nilai ekonomi. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya pun mengakuinya. “Sampah itu bisa menjadi sumber daya ekonomi,” papar Menteri Siti, Agustus lalu.

Soal bahan baku, tidak perlu khawatir. Indonesia termasuk negara penghasil sampah terbesar di dunia. Tak percaya? Hasil ekspedisi salah satu LSM yang melakukan perjalanan dari Bali ke Jakarta sambil memungut sampah, berhasil mengumpulkan 68 ton sampah. Dari jumlah tersebut, sebanyak 79 persen adalah sampah yang punya nilai ekonomi tinggi. Sebagian besar plastik.

Data ini cocok dengan hasil riset World Population Review pada 2021 yang menempatkan Indonesia sebagai negeri penghasil sampah plastik terbesar ke-5 di dunia. Jumlahnya mencapai 9,13 juta ton per tahun.

Kembali ke kisah Baedowy, pria kelahiran Balikpapan, Kalimantan Timur itu, tak pernah bermimpi bakal sukses sebagai pengusaha daur ulang sampah.

m baedowy
Dokumentasi Twitter Kick Andy Show

Awalnya. Baedowy adalah auditor Royal Bank of Scotland (RBS) yang berkantor di World Trade Center, Jakarta. Lebih tertarik bisnis, dia pun berhenti.

Baedowy coba-coba berjualan jangkrik dan cacing. Namun hanya seumur jagung. Dia mencoba peruntungan di bisnis lain, yakni sampah.

Mungkin, karena bisnis sampah masih minim saingan ketimbang usaha lainnya. Ya, siapa pun pasti menghindar kalau ada sampah. Selain kotor dan bau, sampah juga identik dengan penyakit.

Sebelum terjun, Baedowy ditempa dulu sebagai pemulung. Tiap hari harus keliling kampung untuk menjemput rezeki. Kegiatan ini dilakukannya selama lebih dari 3 tahun.

Merasa cukup pengalaman, dia memutuskan buka usaha sendiri. Modal Rp50 juta dipakainya untuk membeli lahan dan mesin pencacah plastik. Nama perusahaannya CV Majestic Buana Grup.

Tahun pertama, masih apes. Mesin yang diandalkannya rusak. Usaha terancam bangkrut. Untung saja, Baedowy bukanlah sosok yang cepat patah arang. Bergerak ke zona tak nyaman, membuatnya semakin tangguh.

Rasa ingin tahu yang besar membangkitkan lagi optimisme Baedowy. Tak sia-sia, dia otak-atik mesin yang rusak itu, kembali normal lagi.

Tahun ketiga, karier bisnisnya benar-benar moncer. Kala itu, Baedowy mampu menciptakan mesin pencacah plastik berkapasitas hingga 3 ton per hari.

Untuk tiap mesin pencacah sampah plastik, Baedowy membanderol dengan harga sampai Rp50 juta. Harga itu sudah termasuk pelatihan di lokasi mitra. Alhasil, mesin pengolah limbah plastik itu, laris manis hingga Sumatera dan Papua.

Dalam tempo cepat, Baedowy punya puluhan bahkan ratusan mitra kerja. Tersebar hingga pelosok Indonesia. Rupanya, pola kemitraan yang ‘diselipin’ Baedowy sukses.

Bisnis pengolahan limbah plastik di daerah tumbuh pesat. Tentu saja ini membuka lapangan pekerjaan baru. Yang berdampak kepada langsamnya roda perekonomian. “Saya terobsesi untuk menyebar-luaskan pengetahuan saya kepada seluruh masyarakat,” kenangnya.

Sejak saat itu, duit pun mengalir deras. Tak hanya dari mesin pengolah plastik, Baedowy juga mampu memproduksi bijih plastik serta lakop sapu dari botol minuman mineral.

Hebatnya lagi, bijih plastik itu diekspornya hingga ke China. Sebagai bahan baku benang polyster.

Langkah sukses suami dari Ririn Sari Yuniar ini, mendapat banyak apresiasi. Diantaranya Jawara I Wira UKM Dji Sam Soe Award, Penghargaan ASEAN Young Green Soldier, dan Penghargaan Industri Hijau Nasional dari Kementerian Perindustrian.

Kini, keyakinan Baedowy terbukti. Sampah memang masalah besar bagi Indonesia. Namun bila diolah dengan benar, menggunakan teknologi yang tepat, bisa menjadi mesin duit yang menjanjikan. Selain juga membantu negara yang sudah kelimpungan mengatasi masalah sampah.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button