News

Mahfud Tepis Jalur Non-Yudisial Jadi Opsi Penuntasan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Penuntasan perkara pelanggaran HAM berat pada masa lalu menemui titik terang. Pemerintah memastikan opsi penyelesaian dilaksanakan dengan dua jalur yakni secara non-yudisial yang sekarang ini sudah masuk tahap finalisasi dan yudisial.

Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan, pemerintah telah menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa lalu (PPHAM) yang dipimpin Makarim Wibisono dan segera melaporkannya kepada Presiden Jokowi. Diharapkan, finalisasi rampung pada awal 2023.

“Insya Allah pada awal tahun 2023 sudah selesai dan hasilnya akan diserahkan kepada presiden,” kata Mahfud, sewaktu menerima laporan Tim PPHAM, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (19/12/2022).

Mahfud melanjutkan, dirinya selaku menko, ditunjuk Presiden Jokowi untuk mengawal persoalan tersebut, yang telah menjadi beban bangsa ini selama puluhan tahun. Selanjutnya, pemerintah bersama tim bakal menggelar serangkaian diskusi dengan sejumlah pondok pesantren (ponpes).

“Sudah melapor kepada saya perkembangan sementara kerja tim, di mana drafnya sudah siap, tinggal dimatangkan lagi melalui diskusi akhir nanti dengan PBNU di ponpes milik Kyai Miftahul Akhyar di Surabaya,” tuturnya.

Diskusi penting itu akan diikuti oleh pimpinan-pimpinan wilayah Nahdlatul Ulama dan semua cabang NU se-Jawa Timur. “Kenapa ke NU? karena yang lain sudah semua. Ke gereja sudah, ke Muhammadiyah, ke Majelis Ulama, ke kampus-kampus, ke civil society sudah semua. Yang terakhir nanti akan ditutup dengan PBNU sehingga Insya Allah pekerjaan PPHAM ini akan komprehensif dan selesai tepat waktu,” papar Mahfud.

Proses Yudisi Berlanjut

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) melanjutkan, proses non-yudisial tidak meniadakan upaya penyelesaian melalui proses yudisial. Mahfud meminta masyarakat tidak terprovokasi tudingan-tudingan yang menunjukkan pemerintah menutup opsi penuntasan secara yudisial.

“Jangan percaya kepada provokasi seakan-akan tim ini akan menghapuskan proses yudisial. Proses yudisial itu tidak bisa dihapus. Itu perintah Undang-undang, bahwa itu harus diadili dan tidak ada kedaluwarsanya. Jadi, tidak boleh meniadakan proses yudisial,” ujarnya.

Menurutnya,  Komisi Nasional HAM dan Kejagung terus berkoordinasi untuk melengkapi pembuktian karena sampai sekarang sudah 38 orang dibebaskan. “Bukti-buktinya tidak cukup untuk dikatakan sebagai pelanggaran HAM masa lalu, tapi tidak akan ditutup karena tidak boleh sebelum diadili ditutup. Itu ketentuan undang-undang,” ujar Mahfud.

Selanjutnya, Mahfud juga meminta semua pihak tidak percaya adanya provokasi Keppres PPHAM untuk menghidupkan PKI. Mahfud kembali menegaskan bahwa PKI tidak akan hidup dan tidak akan boleh hidup.

“Jangan terprovokasi, ada yang mengatakan Keppres PPHAM ini untuk menghidupkan lagi PKI. Percaya pada saya, PKI nggak bakalan hidup dan nggak akan boleh hidup. Seakan juga PPHAM akan mendorong pemerintah meminta maaf kepada PKI, tidak ada. Di keppres itu tidak ada satu kata pun kata PKI, yang ada di situ adalah korban tahun 1965. Korban tahun 1965 itu bisa tentara juga, bisa NU juga, bisa umat Islam juga, bisa juga PKI,” tambah Mahfud.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button