News

Makin Merajalela, Bawaslu Beberkan Berbagai Modus Politik Uang Jelang Pemilu

Kepala Biro Fasilitasi Penanganan Pelanggaran Pemilu Bawaslu Yusti Erlina membeberkan beberapa bentuk modus politik uang yang kerap dilakukan jelang Pemilu. Tak hanya berupa uang tunai, pelaku politik uang juga akan memberi masyarakat berupa barang atau kebutuhan pokok lainnya.

“Beberapa praktik-praktik yang sempat diproses oleh Bawaslu berkaitan dengan peristiwa adanya politik uang, adanya uang tunai yang diberikan,” kata Yusti secara virtual dalam Webinar Kemendagri Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum dengan tajuk ‘Pengembangan Literasi Politik Melalui Forum Pemuda’, di Jakarta, Kamis (9/2/2023).

“Biasanya disertai dengan amplop dan bahan kampanye dengan mencantumkan nomor atribut atau foto calon dari partai tertentu,” sambungnya.

Kemudian modus politik uang juga dilakukan dengan memberi paket sembako, menunjuk warung sebagai tempat untuk menukarkan kupon atau voucher.

“Kemudian (kupon ini) dapat ditukarkan dalam bentuk beras dan lain sebagainya. Kemudian ada juga uang sedekah. Pada dasarnya pembagian uang tunai, namun biasanya tidak disertai bahan kampanye dan dilakukan dalam kegiatan-kegiatan agama, ini biasanya terjadi di dalam rumah ibadah,” ungkapnya.

“Kemudian ada doorprize, dan sumbangan pembangunan. Pelaku memberikan sumbangan uang fasilitas umum seperti tempat ibadah, gedung olahraga, jalan santai dan lain-lain,” lanjut Yusti.

Tak hanya itu, modus lain yang ditawarkan juga dapat berupa uang ganti. “Misalnya seorang petani harus bekerja ke ladang atau sawah, diberikan uang agar pergi ke TPS. Walaupuan sudah menjadi kewajiban bagi warga negara untuk memilih, namun karena ada embel-embel uang ganti bisa mengarahkan pemilih untuk memilih salah satu calon,” beber Yusti.

Kemudian ada juga modus pemberian token listrik kepada masyarakat yang menjadi sasaran untuk memilih. “Itu beberapa varian yang ditemukan dan sempat diproses,” jelasnya.

Terkait praktik politik uang yang semakin merajalela ini, sebenarnya dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 187B telah diatur, mengenai ancaman pidana saat menerima politik uang ini.

“Pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp300 juta dan paling banyak Rp1 miliar,” ucap Yusti.

Sedangkan pada UU yang sama di Pasal 187 kepada pemberi imbalan, akan dipidana penjara paling singkat 24 bulan. “Dan pidana penjara paling lama 60 bulan, dan denda paling sedikit Rp300 juta dan paling banyak Rp1 miliar,” tambah dia.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button