Makin Rawan Penyelewengan, Ombudsman Sarankan Pemerintah Tunda Skema Bantuan Langsung Pupuk


Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menyarankan pemerintah untuk membatalkan pelaksanaan Bantuan Langsung Pupuk (BLP). Alasannya, ekosistem pemberian subsidi pupuk lewat BLP, masih belum siap. Sehingga rawan untuk diselewengkan.

“Kalau kata saya jangan dulu lah. Kalau menurut saya, ekosistemnya belum pas untuk diterapkan di Indonesia,” kata Yeka di Jakarta, dikutip Kamis (29/8/2024).

Jika dipaksakan, kata Yeka, skema BLP akan menjadi persoalan serius di kemudian hari. Lantaran tak cocok diterapkan untuk petani Indonesia. Ingat, tidak semua petani di Indonesia memiliki lahan sawah sendiri. Banyak mereka yang menjadi pekerja alias kuli di sawah orang lain.

“Petani kita itu kan ada yang punya lahan. tapi tidak digarap. Bisa disewakan ke petani penggarap. Nah, ini yang menjadi persoalan. Kalau seperti ini, siapa yang harus bertanggung jawab menerima pupuk subsidi? Si penggarap atau yang punya tanah,” jelasnya.

Yeka menyarankan, pemerintah untuk melakukan pendataan dan pemberian identitas tanah, jika memang serius akan menjalankan skema BLP. Sehingga seluruh tanah punya identitas yang jelas.

“Jadi yang dicek itu, identitas tanahnya, bukan petaninya. Kalau yang dicek petaninya, maka dikhawatirkan yang dapat subsidi adalah yang punya tanah, bukan penggarapnya,” paparnya.

Kalau itu yang terjadi, lanjut Yeka, maka bantuan pupuk yang sudah diberikan, kemungkinan tidak akan digunakan. Karena pupuknya tidak jatuh ke tangan petani penggarap. Potensi penyelewengan semakin besar, pupuknya bisa saja dijual. “Jadi pastikan dulu persoalan ini selesai,” terang dia.

“Pertama, pastikan setiap tanah yang akan mendapatkan subsidi (pupuk) memiliki identitas. Kedua, pastikan (BLP) disosialisasikan dengan baik, caranya dengan melakukan pilot project, jangan langsung mengubah skala se-Indonesia,” kata Yeka.