Menlu RI Sugiono (tengah atas) saat hadiri BRICS Plus Summtt di Kazan, Rusia. (Foto: Instagram/@sugiono_56)
Peneliti Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Yeta Purnama menilai niatan Indonesia bergabung dengan aliansi lima negara Brazil, Russia, India, China, dan South Africa (BRICS) bisa menggagalkan upaya proses melebur ke Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).
Ia mengatakan, langkah Indonesia akan lebih terang menuju negara maju jika bernaung di OECD. Menurut Yeta, akan jauh lebih efektif jika pemerintah hanya berfokus pada satu proses kerja sama multilateral atau kemitraan yang sudah ada.
“Dibandingkan BRICS, urgensi Indonesia untuk bergabung dengan OECD jauh lebih tinggi, sejalan dengan upaya Indonesia menuju negara maju. Selain itu mengingat grup OECD memiliki anggota yang lebih besar sehingga dirasa lebih penting karena Indonesia perlu mendiversifikasi mitra yang lebih luas selain dari China,” kata Yeta dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (26/10/2024).
Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menambahkan, pendaftaran resmi Indonesia ke dalam BRICS semakin menegaskan ketergantungan Indonesia pada China. Dikhawatirkan akan mempengaruhi independensi Indonesia dalam bersikap di berbagai isu politik luar negeri yang krusial.
“Padahal tanpa BRICS dari sisi investasi dan perdagangan Indonesia, porsi China sudah sangat besar. Impor Indonesia dari China melonjak 112,6 persen dalam 9 tahun terakhir, dari 29,2 miliar dolar AS di 2015 menjadi 62,1 miliar dolar AS pada 2023. Sementara investasi dari China melonjak 11 kali di periode yang sama,” ujar Bhima.
Sebelumnya, Indonesia secara resmi menyampaikan keinginan untuk bergabung menjadi anggota blok BRICS. Hal tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Sugiono dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS Plus di Kazan, Rusia.
Melalui pengumuman pada Kamis (24/10/2024), proses Indonesia untuk bergabung menjadi anggota BRICS yang dipimpin oleh Rusia telah dimulai.
“Bergabungnya Indonesia ke BRICS merupakan pengejawantahan politik luar negeri bebas aktif. Bukan berarti kita ikut kubu tertentu, melainkan kita berpartisipasi aktif di semua forum,” kata Sugiono, dikutip Jumat (25/10/2024).
Sugiono juga mengajukan beberapa langkah konkret untuk memperkuat kerja sama BRICS dan Global South. Setidaknya ada tiga poin yang disampaikan. Pertama, menegakkan hak atas pembangunan berkelanjutan, di mana negara-negara berkembang membutuhkan ruang kebijakan, sementara negara maju harus memenuhi komitmen mereka.
Kedua, mendukung reformasi sistem multilateral agar lebih inklusif, representatif, dan sesuai dengan realitas saat ini. Institusi internasional harus diperkuat dan memiliki sumber daya yang memadai untuk memenuhi mandatnya.
Terakhir adalah menjadi kekuatan untuk persatuan dan solidaritas di antara negaranegara Global South. BRICS dirasa dapat berfungsi sebagai perekat untuk mempererat kerja sama di antara negara-negara berkembang.