News

Maladministrasi, Ombudsman Ultimatum BPJS Ketenagakerjaan Berbenah dalam 30 Hari

Rabu, 06 Jul 2022 – 22:42 WIB

0213 105442 3b15 Inilah.com - inilah.com

Mungkin anda suka

Ilustrasi pelayanan di BPJS Ketenagakerjaan. Foto: Antara

Ombudsman RI mengultimatum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan untuk berbenah yaitu melakukan tindakan korektif seiring temuan tiga bentuk maladministrasi dalam pelayanan kepesertaan dan penjaminan sosial. Untuk itu, Ombudsman memberi tenggat waktu selama 30 hari ke depan kepada pimpinan BPJS Ketenagakerjaan untuk menindaklanjuti rekomendasi Ombudsman.

“Berdasarkan hasil investigasi Ombudsman, BPJS Ketenagakerjaan terbukti maladministrasi berupa tindakan tidak kompeten, penyimpangan prosedur dan penundaan berlarut dalam pelaksanaan pelayanan kepesertaan dan penjaminan sosial,” kata Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto dalam di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Rabu (6/7/2022).

Dia menjelaskan, bentuk maladministrasi yang BPJS Ketenagakerjaan lakukan karena tidak kompeten dalam pelaksanaan akuisisi kepesertaan Penerima Upah (PU) dan Bukan Penerima Upah (BPU). Sehingga tidak berjalan optimal.

Sekaligus, tak optimal dalam mengawal pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

“Dengan jumlah pengawas ketenagakerjaan di lingkup Kementerian Ketenagakerjaan RI sangat terbatas dan hanya di level provinsi. Berdampak lemahnya pengawasan dan penanganan pengaduan masyarakat,” terang Hery.

Hal itu mengakibatkan rendahnya kepatuhan perusahaan dalam mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.

“Penyelesaian masalah ini harus dengan perbaikan regulasi terkait. Selain itu harus ada perbaikan kualitas sumber daya manusia BPJS Ketenagakerjaan dalam hal rekrutmen peserta dan pelayanan kepesertaan,” lanjut dia.

Sementara, Ombudsman juga mendapatkan temuan adanya penyimpangan prosedur dalam pencarian klaim secara kolektif melalui Human Research and Development (HRD). Selanjutnya, perbedaan penetapan usia pensiun. Selain itu, belum adanya upaya penyelarasan regulasi untuk mengakuisisi kepesertaan dan pelayanan klaim manfaat.

“Terkait klaim secara kolektif ini dapat menimbulkan celah yang dapat dimanfaatkan oknum. Padahal hubungan kepesertaan adalah antara kedua belah pihak yaitu antara pihak BPJS Ketenagakerjaan dengan peserta. Maka proses klaim seharusnya oleh kedua belah pihak,” imbuh dia.

Ombudsman turut menyoroti penundaan yang berlarut-larut dalam pelayanan pencairan klaim manfaat. “Pengawasan dan pengendalian penjaminan sosial oleh pihak Dewan Jaminan Sosial Nasional dan Dewas BPJS Ketenagakerjaan tidak berjalan optimal, Terjadinya problem pencairan klaim manfaat hendaknya menjadi perhatian untuk dibuatkan saran alternatif dan perbaikan pelayanan kepada BPJS Ketenagakerjaan,” tegasnya.

Rekomendasi Ombudsman

Ombudsman RI meminta BPJS Ketenagakerjaan melaksanakan rekomendasi untuk melakukan tindakan korektif dalam 30 hari ke depan terkait temuan maladministrasi.

Menurut anggota Ombudsman, Hery Susanto, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan perlu sosialisasi, koordinasi dengan pihak terkait dalam rangka percepatan akuisisi kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.

“Terutama dalam sektor PU, BPU, pegawai pemerintah non-ASN dan termasuk program afirmasi penerima bantuan iuran (PBI), dengan menyusun rencana dan penahapan akuisisi kepesertaan,” jelasnya.

Kemudian, BPJS Ketenagakerjaan juga perlu menyiapkan struktur organisasi kerja dan SDM yang memadai.

Lalu, BPJS Ketenagakerjaan juga diminta untuk berkoordinasi dengan pihak pemerintah, pelaku usaha dan pekerja dalam hal penetapan batas usia pensiun agar dibuat regulasi dan ketetapan yang relevan mengenai batas usia penerima manfaat Jaminan Hari Tua (JHT)

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button