Pengadilan di Maroko sedang bersiap untuk mengadili seorang tentara Israel yang melakukan kejahatan perang di Gaza. Jika pengadilan ini terlaksana, akan menjadi persidangan pertama atas kejahatan perang terhadap tentara Israel di Afrika Utara.
Pada Jumat (13/9/2023) lalu, sekelompok pengacara Maroko berhasil meyakinkan pengadilan di Rabat untuk meninjau gugatan terhadap tentara Israel Moche Avichzer, yang tiba pada bulan Juli di Marrakesh.
“Pengadilan Banding di Rabat setuju untuk meninjau gugatan tersebut setelah beberapa upaya, mengklasifikasikannya di bawah kejahatan terkait terorisme,” kata pengacara Maroko Najia El-Hadjaji, salah satu dari tujuh pengacara di balik gugatan tersebut, mengutip The New Arab (TNA).
El-Hadjaji menjelaskan bahwa Jaksa Agung di Marrakesh awalnya menolak menerima pengaduan mereka sebelum diteruskan ke pengadilan ibu kota.
Siapa Tentara Israel di Maroko itu?
Moche Avichzer adalah prajurit yang dimaksud. Ia berpartisipasi dalam perang genosida Israel di Gaza selama tiga bulan sebelum tiba di Maroko pada bulan Juli untuk menikmati liburan di Marrakesh.
“Tentara ini menampilkan dirinya sebagai seorang seniman dan tampil memainkan alat musiknya di lokasi wisata di Marrakesh,” kata Jamal Bahar, anggota Front Maroko Melawan Normalisasi. Organisasi lokal ini kemudian menyerukan penangkapan dan pengadilan terhadap Avichzer atas kejahatan perang.
Tentara Israel, yang dilaporkan saat ini masih berada di Marrakesh, telah membagikan unggahan dari liburannya di Maroko di Instagram. Unggahan itu muncul beberapa hari setelah postingan foto dirinya mengenakan perlengkapan militer di antara puing-puing rumah warga Palestina di Gaza. Kemudian ia menghapus foto-foto tersebut dan menjadikan akunnya sebagai akun pribadi menyusul kehebohan yang ditimbulkan oleh kehadirannya di Kerajaan Afrika Utara tersebut.
Pada akhir Juli, ratusan orang berunjuk rasa di depan Koutoubia, sebuah tempat wisata utama di Marrakesh. Sambil melambaikan keffiyeh dan bendera Palestina, para pengunjuk rasa menuntut agar tentara Israel diadili sebagai penjahat perang dan menyerukan pencabutan perjanjian normalisasi dengan Israel.
Sejak Oktober lalu, ribuan warga Maroko telah mengadakan protes mingguan terhadap kesepakatan normalisasi yang ditandatangani Rabat dengan Tel Aviv pada akhir tahun 2020.
Bisakah Maroko Mengadili Tentara Israel?
Gugatan tersebut menyatakan bahwa tentara Israel Avichzer berpartisipasi dalam Perang Gaza selama tiga bulan, melakukan kekejaman termasuk genosida dan pembersihan etnis. Ia dengan bangga dalam videonya menunjukkan pembunuhan, pembakaran, dan penyiksaan terhadap warga Palestina. “Tindakan ini dianggap teroris menurut hukum internasional dan Maroko,” tambah gugatan tersebut.
Pengaduan tersebut meminta penangkapan dan pengadilan Avichzer, dengan mengutip tiga ketentuan hukum utama. Pertama, pasal 1-711 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Maroko, yang mengizinkan penuntutan warga negara Maroko atau asing atas kejahatan teroris yang dilakukan di luar Maroko jika mereka ditemukan di dalam negara tersebut.
Kedua, pasal 1-218 Undang-Undang Antiterorisme, yang mencakup kejahatan termasuk penyerangan yang disengaja terhadap kehidupan, keselamatan, atau kebebasan individu. Ketiga, pasal 1-1-218 juga mencakup bergabung atau mencoba bergabung dengan kelompok teroris, terlepas dari bentuk atau lokasinya.
Gugatan tersebut juga menyertakan sembilan gambar dari media sosial Avichzer dan laporan dari Observatorium Maroko untuk Anti-Normalisasi mengenai kunjungannya ke Marrakesh dan reaksi publik yang ditimbulkannya.
“Apakah permintaan itu dipenuhi atau tidak, adalah sesuatu yang akan kami serahkan pada waktu,” kata Abelssamad Taaraji, salah satu dari tujuh pengacara di balik gugatan tersebut. “Sebagai aktivis dan pengacara, kami telah mengambil tanggung jawab, dan kami berharap pengacara lain akan mendukung kami.”
Melalui media sosial, aktivis pro-Palestina banyak membagikan gugatan tersebut untuk mendapatkan dukungan dan tanda tangan dari pengacara dan aktivis lainnya. Jika pengadilan memutuskan untuk melanjutkan persidangan, ini akan menjadi persidangan pertama atas kejahatan perang terhadap tentara Israel di Afrika Utara.
Perlu dicatat bahwa tidak ada perjanjian ekstradisi publik antara Israel dan Maroko. Kedua negara menandatangani kesepakatan normalisasi pada bulan Desember 2020, sebagai imbalan atas pengakuan AS atas kedaulatan Rabat atas Sahara Barat.
Meskipun awalnya dipromosikan sebagai langkah pragmatis untuk mengamankan wilayah yang disengketakan untuk Rabat, kesepakatan itu malah menghasilkan peningkatan hubungan militer dan perdagangan serta kunjungan rutin pejabat Israel ke Maroko—setidaknya hingga 7 Oktober 2023.
Ketika perang Gaza meletus, kantor Israel di Rabat ditutup dan para pejabat meninggalkan negara itu. Namun, diplomasi Maroko telah mengonfirmasi normalisasi yang sedang berlangsung dengan Tel Aviv tetapi belum mengomentari dugaan pembukaan kembali kantor Israel di Rabat, yang dilaporkan berlangsung bulan ini.