Market

Ambil JHT Nunggu Umur 56 Tahun, Gerindra Minta Ida Fauziyah Cabut Pemenaker 2/2022

Anggota Komisi X DPR asal Fraksi Partai Gerindra, Obon Tabroni mendesak Menaker Ida Fauziyah mencabut Permenaker 2/2022 yang mengatur pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) harus di usia 56 tahun.

Atuan tersebut, menurut Obon yang juga Deputy President Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) ini, jelas-jelas merugikan buruh dan pekerja.

Di mana, dana JHT yang dikumpulkan buruh dan pekerja dari potongan gaji, hanya bisa diambil ketika yang bersangkutan berumur 56 tahun atau meninggal dunia.

Sebagaimana diketahui, dalam beleid sebelumnya, JHT bisa diambil satu bulan setelah buruh tidak lagi bekerja. Sedangkan dengan aturan yang baru, buruh baru bisa mengambil JHT nya setelah berusia 56 tahun.

“Saat ini sistem hubungan kerja cenderung fleksibel. Mudah rekrut dan mudah pecat, dengan sistem kerja kontrak dan outsourcing. Sehingga sangat sulit bagi buruh bisa bekerja hingga usia 56 tahun,” terang Obon, Jakarta, Senin (14/2/2022)

Buruh kontrak dan outsourcing, lanjutnya, ketika sudah memasuki usia 25 tahun sudah sulit untuk mencari pekerjaan baru. “Masak iya buruh harus menunggu selama 30 tahun untuk mengambil JHT-nya,” tegas Obon.

Padahal buruh kontrak tidak mendapatkan pesangon. Dengan uang JHT itulah, buruh bisa memiliki sedikit modal untuk melanjutkan kehidupan setelah tidak lagi bekerja.

Obon menyampaikan, keberadaan UU Cipta Kerja, membuat posisi pengusaha semakin mudah melakukan PHK terhadap buruh. Apalagi di massa pandemi COVID-19 dan situasi ekonomi yang tak kunjung membaik. Tidak hanya itu, pesangon buruh juga dikurangi. “Masih belum puas juga membuat buruh susah. Sudahlah PHK dipermudah, pesangon dikurangi, sekarang pengambilan JHT pun dipersulit,” kata Obon.

Kesimpulannya, lanjut Obon, beleid hasil kaya Menkaer Ida memang merugikan buruh atau pekerja. Selama ini, tidak ada permasalahan apa pun terkait peraturan yang lama. Berkenaan dengan pengambilan JHT yang bisa dilakukan satu bulan setelah buruh terkena PHK atau tidak lagi bekerja. “Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba aturannya diubah. Ini justru menimbulkan pertanyaan bagi publik. Ada apa dengan Menaker dan BPJS Ketenagakerjaan,” pungkas Obon

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button