Tepat 1 Januari 2025, aplikasi administrasi dan pembayaran pajak berbasis digital, yakni Coretax diimplementasikan. Ternyata, banyak masalah yang berdampak kepada seretnya setoran pajak ke kas negara.
Banyaknya kendala di aplikasi Coretax Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), bisa jadi menjadi pemantik jebloknya penerimaan pajak. Fenomena ini menjadi atensi warganet.
Akun media sosial (medsos) X yakni @gg_02022020, Rabu (5/2/2025), mengungkap kegagalan penerimaan negara dari implementasi Coretax. Ada potensi kehilangan pajak hingga 51 persen.
“To the point saja, karena tenggorokan sudah sakit karena sering teriak. Berdasarkan asumsi perhitungan, seharusnya 15 Februari, kas negara akan menerima Rp189,52 triliun. Namun gegara Coretax, akhirnya hanya menerima 49 persen, yaitu sebesar Ro93,24 triliun. Artinya gagal dalam memungut Rp96,28 triliun,” tulis akun @gg_02022020.
Masih menurut akun tersebut, atas kegagalan memaksimalkan pendapatan pajak lantaran Coretax bermasalah, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terpaksa memangkas anggaran seluruh kementerian dan lembaga (K/L).
Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhur Binsar Pandjaitan mengeklaim aplikasi Coretax atau sistem inti administrasi perpajakan (SIAP) mampu menambah penerimaan negara dalam jumlah besar.
Proyek Coretax yang menghabiskan anggaran Rp1,3 triliun itu, kata Luhut, punya manfaat ganda. Misalnya,memudahkan wajib pajak dalam menjalankan kewajibannya.
Selain tu, Coretax merupakan sistem aplikasi pajak yang dianjurkan World Bank alias Bank Dunia.
“Menurut Bank Dunia, kita bisa kita dapat tambahan penerimaan sebesar 6,4 persen dari PDB (Pproduk Domestik Bruto), kira-kira Rp1.500 triliun,” ungkap Luhut di Kantor DEN, Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2025).
Namun semua itu, bisa jadi hanya omon-omon. Aplikasinya bikin sulit wajib pajak, serta itu tadi yang penting. Penerimaan pajak justru jauh dari maksimal.