Media Asing Soroti Adanya Ketidakpuasan di Kabinet terhadap Jokowi


Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyatakan siap menunda penerapan dana Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang memicu kemarahan masyarakat. Pertanda mulai adanya ketidakpuasan atau ketidakcocokan dalam kabinet terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi)?

Pada Kamis (6/6/2024), Basuki mengatakan kepada media bahwa dia siap menunda pelaksanaan dana tersebut – yang juga dikenal sebagai Tapera – jika anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengajukan permintaan. “Menurut saya pribadi, kalau belum siap, kenapa harus terburu-buru? Dengan kemarahan (publik) ini, saya rasa saya sangat menyesalinya,” kata Basuki.

Media berbasis di Singapura Channel News Asia (CNA) menyoroti serius sinyal mulai munculnya ketidakcocokan di dalam kabinet Jokowi. CNA menghubungi beberapa pakar rata-rata berkesimpulan mengatakan bahwa kritik publik yang dilontarkan Basuki – yang juga merupakan ketua Komite Badan Pengelola Tapera – menandakan meningkatnya ketidakpuasan antara para menteri di Kabinet Presiden Joko Widodo dan pemimpinnya sendiri. 

Mereka menambahkan bahwa ketidaksepakatan publik tersebut terjadi di tengah dugaan dikeluarkannya kebijakan kontroversial oleh Jokowi sebelum masa jabatan presidennya berakhir pada bulan Oktober, termasuk kebijakan yang melibatkan presiden terpilih Prabowo Subianto. Prabowo adalah Menteri Pertahanan saat ini dan akan dilantik sebagai pemimpin baru negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara itu pada 20 Oktober. 

“Semakin banyak kalangan yang menyadari bahwa kebijakan-kebijakan (nya), akhir-akhir ini, tampaknya merupakan ambisi dan proyek pribadinya, bukan tujuan untuk mendahulukan kepentingan rakyat,” kata Ray Rangkuti, pengamat politik dari wadah pemikir Lingkar Madani Indonesia. 

Kebijakan yang Belum Siap

Kontroversi mengenai Tapera dimulai akhir bulan lalu setelah pemerintah Indonesia tiba-tiba mengambil langkah memperluas skema tersebut dengan memasukkan pekerja sektor swasta dan wiraswasta – termasuk orang asing – untuk menyumbangkan sebagian gaji mereka ke dana tersebut. Pekerja akan memberikan kontribusi sebesar 2,5 persen dari gaji mereka, sementara pemberi kerja akan membayar 0,5 persen sisanya. Mereka bergabung dengan pegawai negeri sipil yang telah berkontribusi pada dana tersebut sejak tahun 2016.

Kamis (6/6/2024), ribuan buruh menggelar aksi unjuk rasa di Jakarta menentang Tapera. Mereka menuntut pemerintah segera membatalkan kebijakan baru tersebut. Para pekerja menolak langkah tersebut karena mereka mengatakan hal itu akan mengurangi gaji mereka, sementara pemilik bisnis mengeluhkan potensi peningkatan pengeluaran perusahaan. 

Ketua Komisi V DPR Lasarus mengatakan pemerintah sebaiknya menunda kebijakan Tapera yang diperluas karena adanya keberatan dari masyarakat. Namun Lasarus mengatakan DPR akan kembali menggelar rapat khusus untuk membahas permasalahan tersebut dengan mengundang berbagai pihak, antara lain pengusaha, perwakilan buruh, pimpinan BP Tapera, dan pemerintah. 

Menteri PUPR sendiri sudah menyatakan akan mengikuti apapun usulan DPR, termasuk jika harus menunda pelaksanaan Tapera. Lebih lanjut dia mengakui, kebijakan terkait dana tersebut “terburu-buru” dan belum siap sehingga memicu kemarahan masyarakat. “Kalau ada usulan dari DPR, misalnya ditunda, saya sudah hubungi Menteri Keuangan (Sri Mulyani Indrawati), kami akan penuhi (usulan tersebut),” kata Basuki.

Awal pekan lalu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan, Presiden Joko Widodo tidak akan menunda penerapan Tapera. Presiden sebelumnya mengatakan bahwa wajar jika program pemerintah terhenti dan masyarakat baru akan merasakan manfaatnya setelah program tersebut berjalan. 

Sementara itu, mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD juga mengkritik perluasan kebijakan tersebut dengan mengatakan tidak masuk akal. “Pemerintah harus benar-benar mempertimbangkan suara masyarakat terhadap Tapera. Kalau tidak ada kebijakan yang menjamin penabung benar-benar mendapat rumah dari pemerintah, maka perhitungan matematisnya tidak masuk akal,” kata Prof Mahfud yang juga mantan calon wakil presiden pada pemilu Februari, menulis di X. 

Para pengamat mengatakan kepada CNA bahwa sikap Basuki dan Sri Mulyani mengenai masalah Tapera adalah contoh lain ketidakpuasan antara pejabat publik dan Jokowi. Meskipun Sri Mulyani belum berkomentar secara terbuka mengenai masalah ini, pernyataan Basuki sebagai cerminan sikap Menteri Keuangan terhadap Tapera. 

“Saya melihat pernyataan Basuki dan Sri Mulyani tentang penundaan Tapera memang mencerminkan ketidaksepakatan antara (Jokowi) dan para menteri di Kabinetnya,” kata Dr Ambang Priyonggo, Asisten Profesor Komunikasi Politik di Departemen Jurnalisme Digital Universitas Multimedia Nusantara.