Gambar dari dua area yang diambil pada 8 Mei menunjukkan hamparan pasir yang luas di area yang sebelumnya tenda beberapa hari. Pasukan pertahanan Israel (IDF) mengatakan 950.000 orang telah meninggalkan kota tersebut berdasarkan perintah evakuasi parsial.
Media Israel mengungkapkan gambar satelit yang menunjukkan kawasan Rafah mulai kosong ketika pasukan Israel bergerak ke kota Gaza Selatan. Foto satelit yang baru dirilis dan ditinjau Associated Press menunjukkan eksodus besar-besaran warga dari kota Rafah awal bulan ini.
Foto-foto yang diambil dalam selang waktu tiga hari – pertama pada tanggal 5 Mei dan kemudian pada tanggal 8 Mei – menunjukkan perubahan di lapangan setelah Israel mengeluarkan perintah evakuasi pertama ke kota tersebut pada tanggal 6 Mei. Demikian dilaporkan media Israel, The Times of Israel, kemarin.
![post-cover](https://i0.wp.com/c.inilah.com/reborn/2024/05/Foto_satelit_yang_diambil_oleh_Planet_Labs_PBC_ini_menunjukkan_area_dekat_kamp_pengungsi_Tel_al_Sultan_di_Rafah_Gaza_5_Mei_2024_Planet_Labs_PBC_via_AP_c0831e3dcc.jpg)
![post-cover](https://i2.wp.com/c.inilah.com/reborn/2024/05/Foto_satelit_yang_diambil_oleh_Planet_Labs_PBC_ini_menunjukkan_area_dekat_kamp_pengungsi_Tel_al_Sultan_di_Rafah_Gaza_8_Mei_2024_Planet_Labs_PBC_via_AP_bba5cb6b17.jpg)
Gambar tersebut menunjukkan bahwa tenda-tenda yang penuh sesak di wilayah tengah dan barat laut kota semakin berkurang dalam beberapa hari setelah perintah dikeluarkan, meskipun hanya lingkungan di timur kota yang diperintahkan untuk mengungsi.
Sepasang foto sebelum dan sesudah menunjukkan area dekat kamp pengungsi Tel al-Sultan di sebelah barat Rafah, berdekatan dengan zona kemanusiaan yang didirikan oleh militer Israel. Dalam tiga hari setelah pengambilan gambar, setidaknya setengah dari ratusan tenda yang memenuhi area tersebut menghilang, kemungkinan besar setelah warga Palestina yang berkemas dan berangkat.
Sepasang foto lainnya menunjukkan lingkungan pusat Shabourah di kota Rafah. Tenda-tenda yang memenuhi jalan-jalan kota digantikan oleh petak-petak berpasir.
Sebelum perintah evakuasi dikeluarkan, sekitar 1,3 juta warga Palestina – sebagian besar sudah mengungsi dari wilayah lain di Gaza – telah berlindung di sana, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Tidak jelas kemana tujuan semua warga Palestina yang mengemas tenda mereka dan melarikan diri dari Rafah. Kelompok hak asasi manusia mengatakan tidak ada tempat di Gaza yang memiliki cukup makanan, air atau tenda untuk pengungsi baru.
Israel telah menyarankan warga sipil untuk pergi ke zona kemanusiaan di daerah al-Mawasi di barat laut Rafah, dan baru-baru ini mengumumkan bahwa zona tersebut telah diperluas untuk mengakomodasi gelombang pengungsi yang diperkirakan akan masuk. Warga Palestina juga terkonsentrasi di wilayah tengah Gaza di mana pasukan darat Israel belum beroperasi.
Militer Israel memperkirakan pada hari Senin bahwa sekitar 950.000 warga Palestina telah dievakuasi dari daerah Rafah di Jalur Gaza selatan, ketika pasukan darat beroperasi di bagian timur kota tersebut. Sekitar 300.000 hingga 400.000 warga sipil masih berada di Rafah, sebagian besar di wilayah pesisir dan beberapa bagian pusat kota, menurut informasi yang dilihat oleh The Times of Israel.
Israel sejauh ini mengklasifikasikan operasinya di kota tersebut sebagai operasi terbatas, klaim yang juga diamini oleh Amerika Serikat (AS). Saat ini, IDF belum bergerak lebih jauh dari wilayah Rafah timur di Brazil, sehingga sebagian besar kota tersebut berada di bawah kendali Hamas.
Banyak yang tidak dapat mematuhi perintah untuk mengungsi karena tidak punya tempat lagi yang menjadi tujuannya. “Saat ini kita menghadapi situasi di mana ratusan ribu warga Palestina kembali mengungsi dari rumah mereka, ketakutan, dan tidak punya tempat untuk pergi,” kata Omar Shakir, direktur Human Rights Watch Israel dan Palestina, mengutip The New Arab (TNA).
Militer Israel mengatakan pada hari Senin bahwa perang kemungkinan akan berlangsung enam bulan lagi. Pernyataan itu muncul ketika perundingan gencatan senjata tampaknya terhenti. Putaran terakhir perundingan tidak langsung antara Israel dan Hamas mengenai kesepakatan untuk menghentikan pertempuran di Jalur Gaza dan membebaskan para sandera juga tidak membuahkan hasil.
Tidak Ada Tempat yang Aman
Situasi di Rafah telah memburuk dalam beberapa minggu terakhir, karena penutupan dua jalur penyeberangan bantuan besar yang mengganggu pasokan obat-obatan dan bahan bakar untuk generator rumah sakit. Perang di Gaza telah mendorong wilayah tersebut ke jurang kelaparan, hancurnya sistem layanan kesehatan dan infrastruktur penting seperti jaringan air, terutama di tempat-tempat ramai seperti Rafah.
Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengungkapkan sejak operasi militer Pasukan Israel meningkat pada tanggal 6 Mei, sekitar 80.000 orang telah meninggalkan Rafah, mencari perlindungan di tempat lain. “Jumlah korban yang ditanggung keluarga-keluarga ini sungguh tak tertahankan. Tidak ada tempat yang aman,” kata UNRWA di akun mereka di X.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengatakan bahwa mereka tidak menerima pasokan medis di Jalur Gaza selama 10 hari. Penutupan Israel terhadap penyeberangan Rafah ke Gaza telah menyebabkan situasi yang sulit, kata juru bicara WHO Tarik Jasarevic.
“Persediaan medis terakhir yang kami dapatkan di Gaza adalah sebelum 6 Mei. Rumah sakit yang masih berfungsi kehabisan bahan bakar, dan hal ini membahayakan banyak nyawa,” katanya.
Jasarevic mengatakan kekhawatiran terbesarnya adalah kebutuhan bahan bakar untuk menjaga klinik dan rumah sakit tetap beroperasi. Fasilitas kesehatan di Gaza membutuhkan hingga 1,8 juta liter bahan bakar per bulan untuk tetap beroperasi.
Juru bicara tersebut mengatakan hanya 159.000 liter yang masuk ke Rafah sejak penutupan perbatasan. “Ini jelas tidak cukup,” tambahnya, menyoroti bagaimana hanya 13 dari 36 rumah sakit di seluruh wilayah Palestina yang kini beroperasi “sebagian”.