Market

Menaker Minta Gaji Bos-bos Perusahaan Dipotong untuk Cegah PHK

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengimbau perusahaan untuk memotong gaji dan tunjangan pejabatnya. Langkah ini sebagai upaya dalam menghadapi ancaman Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK.

Pejabat yang Kemenaker maksud yakni karyawan yang duduk sebagai petinggi maupun direktur perusahaan tersebut. Sehingga pomotongan gaji ini bisa meringankan beban dan mencegah terjadinya PHK.

“Beberapa upaya yang bisa kita lakukan antara lain mengurangi upah dan fasilitas pekerja pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan tingkat direktur. Ini adalah alternatif yang bisa digunakan untuk menekan tidak terjadinya PHK,” kata Ida dalam Raker dengan Komisi IX DPR RI dikutip Rabu (9/11/22).

Imbauan ini juga sudah tertuang dalam Surat Edaran Menaker Nomor SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal. Surat ini keluar sebagai upaya mencegah terjadinya PHK salah satunya dengan mengurangi gaji.

Dalam SE tersebut, menyebut ketika suatu perusahaan mengalami kesulitan yang dapat membawa pengaruh terhadap ketenagakerjaan, maka PHK haruslah merupakan upaya terakhir, setelah berbagai upaya. Langkah yang pertama adalah mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan direktur.

Opsi lain yang bisa perusahaan ambil dengan mengurangi shift, membatasi/menghapus kerja lembur, mengurangi jam kerja, mengurangi hari kerja, meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu. Selain itu tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya hingga memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.

“Surat edaran nomor 907 tahun 2004 adalah upaya yang bisa dilakukan untuk menghindari PHK,” kata Ida.

Gelombang PHK Mengancam di Depan Mata

Namun Ida meminta perusahaan untuk kembali mendiskusikan hal ini dengan serikat pekerja/buruh atau dengan perwakilannya. Namun jika tida ada serikat pekerja/buruh, maka untuk mendapatkan kesepakatan dengan cara bipartet.

Gelombang PHK ini memang cukup mengkhawatirkan terutama untuk industri padat karya. Sebab berdasarkan data Kemnaker, setidaknya ada 10.765 orang terkena PHK per November 2022.

“Kalau kita lihat kasus PHK pada 2019 pada September 2022 PHK paling tinggi pada 2020, ketika mengalami pertama kali pandemi. Dan ini data per September yang di-input mencapai 10.765 orang,” kata Ida

Kasus PHK pada tahun 2019 lalu mencapai 18.911 orang, 2020 mencapai 386.877 orang, pada 2021 mencapai 127.085 orang. Sedangkan Hingga September 2022 ini mencapai 10.765 orang.

Dari sisi pengangguran, sampai pada Agustus 2022 jumlah pengangguran pekerja sementara dan tidak bekerja yang terdampak pandemi COVID-19 mengalami tren penurunan ketimbang tahun sebelumnya.

“Agustus 2021 mencapai 21,32 juta orang dan Alhamdullilah di Agustus 2022 ini kita lihat penduduk usia kerja terdampak Covid-19 turun signifikan menjadi 4,15 juta orang,” katanya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button