Menaker Yassierli saat memberikan keterangan pers di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (29/10/2024). (Foto: Biro Pers Setpres)
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menduga adanya kelalaian manajemen dalam mengelola risiko utang hingga akhirnya PT Sri Rejeki Isman atau Sritex divonis pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang.
Perusahan tercatat memiliki utang sebesar Rp101,30 miliar kepada PT Indo Bharat, penggugat pailit perusahaan. Utang tersebut setara 0,38 persen dari total liabilitas Perseroan yang mencapai US$1,6 miliar atau sekitar Rp25,01 triliun.
“Tentang Sritex, kalau saya membacanya ini adalah kelalaian pihak manajemen dalam memitigasi risiko. Jadi lengah seolah-olah ini masalah kecil tapi ternyata kemudian bisa berdampak fatal. Ada kreditur yang cuma Rp100 miliar, mengalahkan total kreditur yang sekian triliun,” kata Yassierli dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10/2024).
Karenanya, dia mengingatkan setiap perusahaan untuk memiliki sistem manajemen risiko yang kuat. Pada saat yang sama, pemerintah juga harus memiliki mekanisme untuk monitoring.
“Kami berharap setiap perusahaan itu memiliki sistem manajemen risiko, enterprise, risk manajemennya itu yang kuat. Dan kami kementerian dibantu dengan Dinas Tenaga Kerja, itu juga kita punya mekanisme untuk melakukan monitoring,” ujarnya.
Yassierli mengaku telah bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk membahas persolan Sritex.
“Kemarin kami dipanggil oleh Pak Presiden, ada Pak Menko Perekonomian, ada Bu Menteri Keuangan, ada Bea Cukai, jadi pemerintah akan membantu dalam penyelesaian masalah ini,” ucapnya.
Sritex dinyatakan pailit berdasarkan putusan putusan perkara Pengadilan Negeri (PN) dengan nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg pada 21 Oktober lalu.
Berdasarkan sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Semarang, pemohon pailit Sritex menyebut termohon telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon berdasarkan Putusan Homologasi tertanggal 25 Januari 2022.
Meski demikian, operasional perusahaan masih berjalan.
“Perusahaan tetap beroperasi dengan menjaga keberlangsungan usaha serta operasional dengan menggunakan kas internal maupun dukungan sponsor,” ujar Direktur Keuangan Sritex Welly Salam, beberapa waktu lalu.