Menerka Kebijakan Politik Luar Negeri Prabowo, BRIN: Bukan Sekadar Aktif tapi Bebas dan Hiperaktif


Presiden Prabowo Subianto dianggap lebih paham soal geopolitik dibanding Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Bagi Prabowo, kebijakan politik luar negeri tak sekadar urusan dagang.

“Bahwa presiden Prabowo memang berbeda dengan Jokowi dalam hal kebijakan luar negeri. Jokowi kurang tertarik isu internasional kecuali berkaitan dengan ekonomi. Sementara Prabowo punya perhatian luas dan mampu tampil di internasioanl,” ujar Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sekaligus Co-Founder FPCI Dewi Fortuna Anwar, dalam diskusi Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dengan tema, ‘Tantangan, Risiko dan Peluang Kebijakan Luar Negeri Indonesia di bawah Presiden Prabowo’, di Mall The Kasablanka, Jakarta, Sabtu (30/11/2024).

Perhatian Prabowo soal politik luar negeri sudah ditunjukkannya jauh sebelum menjadi presiden. Ketika masih menjabat Menhan era Jokowi, Prabowo kerap mengunjungi berbagai negara untuk tampil di kancah Internasional. Langkah ini, akan mengembalikan posisi Indonesia ke netral yang selama era Jokowi dianggap terlalu ke China.

“Jadi ini menunjukan bebas aktif yang lebih aktif. Secara pribadi Presdien memainkan peran yang aktif tidak hanya level Kementerian Luar Negeri atau administrasi. Tapi betul menunjukan negara yang satu dan tidak ingin memihak,” kata dia.

Kepiawaian Prabowo dalam diplomasi luar negeri, kata dia, terlihat ketika Prabowo pergi ke Beijing kemudian melanjutkan ke Washington DC, dan mendapatkan penyambutan yang luar biasa dari kedua negara adidaya itu. “Prabowo memelihara balancing. Ini bukannya hanya sekedar aktif tapi bebas dan hyper aktif,” ucap dia.

Yuddy Chrisnandi, Duta Besar RI untuk Ukraina, Armenia dan Georgia periode 2017-2021 menambahkan, kunjungan Presiden Prabowo ke berbagai negara menunjukan Indonesia ‘supel’ alias gampang bergaul di kancah global. 

Buktinya, Indonesia tak pernah absen memberikan bantuan dan perhatian kepada negara Palestina. Tak hanya itu perang yang terjadi antara Ukraina-Rusia, Indonesia juga menempatkan posisi yang netral dengan tidak terlibat  konflik namun tetap menghormati kedaulatan Ukraina.

“Juga akan menempatkan Indonesia pada posisi berkawan dengan semua negara. Indonesia juga mengedepankan diplomasi perdamaian dan kesejahteraan ekonomi,” ucap Yuddy.

Sekadar catatan, Conference on Indonesia Foreign Policy (CIFP) merupakan konferensi politik luar negeri terbesar di dunia yang telah diselenggarakan sejak 2015. Ini merupakan festival diplomasi tahunan yang mempertemukan pemangku kebijakan luar negeri dari seluruh Indonesia dan luar negeri untuk membahas prioritas dan inisiatif kebijakan luar negeri.

Dalam acara ini, sejumlah pejabat, diplomat dan akademisi juga akan diundang. Adapun  Menteri yang diundang misalnya Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani, Wakil Menteri Perdagangan Diah Rori Esti, dan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Stella Christie.