Gallery

Mengapa Orang Kaya Masih Korupsi?

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap kepala daerah. Kali ini KPK menangkap Bupati Bogor Ade Yasin. Apa yang terjadi dengan para pejabat kita yang notabene secara materi berkecukupan? Apakah mereka kurang bahagia dengan apa yang sudah diperolehnya selama ini?

Ade Yasin ditangkap pada Rabu (27/4/2022) dini hari oleh KPK di wilayah Jawa Barat. Menurut Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Bupati Bogor ini ditangkap bersama beberapa petugas dari BPK Perwakilan Jawa Barat dan pihak terkait lainnya. KPK masih memproses dan mengembangkan terus kasus ini.

Ade Yasin mengaku hanya menjadi korban dari inisiatif anak buahnya untuk menyuap pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat sehingga tertangkap oleh KPK. Ade menyebut kasus itu sebagai IMB (Inisiatif Membawa Bencana) setelah dirinya dinyatakan sebagai tersangka.

Sebelumnya banyak kepala daerah dan pejabat yang terjerat kasus korupsi. Pertanyaan tentang mengapa orang kaya dan memiliki kuasa seperti para kepala daerah ini masih melakukan korupsi pasti menggelitik banyak orang. “Mengapa orang kaya kok masih mencuri dan korupsi hak milik orang lain, termasuk milik rakyat miskin?” itu pertanyaan tetangga yang sering menemani saya ngopi ketika berbicara tentang penangkapan Bupati Bogor ini.

Kebetulan tetangga ini lahir dan besar di Bogor sehingga penasaran dengan tingkah para pejabatnya. Kalau pertanyaannya ‘mengapa orang miskin mencuri?’ itu biasa. Tapi para pelaku korupsi di berbagai daerah ini para penguasa di daerah yang tidak hanya memiliki kekuasaan tetapi juga dari sisi materi sangat berkecukupan bahkan boleh dibilang kaya raya.

Penangkapan kasus korupsi pejabat atau orang yang kaya bahkan berlebih bukan sekali dua kali terjadi di Tanah Air. Mungkin Anda masih ingat dengan Samin Tan, yang ditangkap KPK karena korupsi pengurusan izin tambang batu bara. Pada tahun 2011, Samin Tan termasuk ke dalam jajaran orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes dengan kekayaan mencapai US$940 juta atau sekitar Rp13 triliunan.

Faktor yang Mempengaruhi

Banyak pihak yang menyoroti soal perilaku korupsi para pejabat ini akibat beberapa faktor. Dari mulai sistem hukum pemberantasan korupsi masih sangat lemah, budaya penyalahgunaan wewenang KKN yang masih sangat tinggi hingga tidak adanya sistem kontrol yang baik. Juga biaya politik saat pemilihan kepala daerah yang tinggi.

Ada juga yang melihat korupsi muncul dari sisi internal si pelaku seperti akibat sifat tamak atau rakus yang mempunyai hasrat memperkaya diri sendiri. Bukan karena semata-mata kebutuhan primer. Juga faktor moral yang kurang kuat mudah tergoda untuk melakukan tindak korupsi.

Godaan bisa datang dari berbagai pengaruh di sekelilingnya, seperti keluarga, lingkungan kerja, atau pihak lain yang memberi kesempatan. Terakhir yang juga disorot adalah gaya hidup yang mendorong seseorang untuk berperilaku konsumtif.

Kegalauan Batin

Kembali ke pertanyaan tetangga itu, mengapa orang kaya kok masih mencuri dan korupsi hak milik orang lain, termasuk milik rakyat miskin, menarik untuk kita cermati. Ada jenis orang yang mencuri bukan karena dia tidak punya sesuatu atau bukan karena membutuhkan sesuatu. Kebutuhannya sesungguhnya telah terpenuhi.

Orang kaya yang masih mencuri dan pejabat bergaji tinggi yang melakukan korupsi itu bukan karena kekurangan makan dan minum melainkan karena kegelisahan batinnya, kegalauannya, ketakutannya tentang masa kini dan masa depannya yang lebih besar dibandingkan dengan kebutuhannya.

Perutnya hanya butuh sepiring nasi, badannya hanya butuh sehelai kain, namun nafsu dan ketakutannya menjadikannya merasa membutuhkan lebih dari itu. Karena ini pulalah mereka itu juga menjadi bakhil.

Mereka salah duga dengan mengira bahwa bahagia itu ada pada kepemilikannya akan sesuatu. Padahal sesuatu yang dimiliknya kini pasti pada waktunya lepas dan pindah tangan entah kepada siapa. Mereka lupa bahwa tak dijumpai dalam sejarah ada orang yang dengan kekayaannya bisa membeli surga tanpa menggunakan kekayaannya itu di jalan yang dianjurkan oleh Allah.

Menarik mengutip pendapat KH Ahmad Imam Mawardi semasa hidupnya yang mengatakan, adakah orang yang mengenang dan mendoakan kebaikan untuk Qarun yang kaya raya namun memusuhi Nabi? Adakah orang yang mengenang dan mendoakan kebaikan untuk Fir’aun, Namrud, dan orang kuasa serta kaya yang dzalim? Jawabannya pasti adalah ‘tidak’.

Belajarlah untuk selalu menyadari batas kebutuhan kita, bukan keinginan kita. Ada kelebihan? Berbagilah, semua akan berbuah lebih lebat dan membahagiakan. [ikh]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button