Kenaikan serta penurunan nilai tukar mata uang suatu negara bisa dipengaruhi oleh kebijakan devaluasi dan revaluasi yang diberlakukan oleh negara tersebut. Devaluasi dapat menurunkan nilai tukar suatu mata uang, sedangkan revaluasi sebaliknya.
Rupiah Indonesia (IDR) terus mengalami penurunan dalam beberapa waktu terakhir. Pada hari Jumat pagi (4/10/2024), IDR berada di level Rp15.524 per US$ (Dolar Amerika Serikat). Tren pelemahan nilai IDR diprediksi akan terus berlanjut.
Sebetulnya, kestabilan nilai mata uang suatu negara juga berkaitan dengan kebijakan moneter yang dilakukan oleh pemerintah.
Kebijakan moneter tersebut, di antaranya devaluasi dan revaluasi. Meski terdengar sama, penting untuk diketahui bahwa devaluasi dan revaluasi merupakan dua hal yang berbeda.
Mengenal Perbedaan Devaluasi dan Revaluasi
Perbedaan devaluasi dan revaluasi dapat dilihat melalui berbagai aspek, mulai dari pengertian, tujuan, faktor penyebab, hingga dampaknya. Berikut masing-masing penjelasannya:
1. Pengertian
Pada dasarnya, devaluasi adalah penurunan nilai tukar mata uang dari suatu negara terhadap mata uang asing.
Hal ini membuat jumlah mata uang asing yang didapatkan dengan satu unit mata uang domestik akan meningkat.
Sedangkan, revaluasi adalah kenaikan nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing.
Dengan demikian, jumlah mata uang asing yang diperoleh dengan menukarkan satu unit mata uang domestik akan menurun.
2. Tujuan
Devaluasi adalah kebijakan moneter yang dilakukan secara sengaja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi negara melalui peningkatan daya saing ekspor dan penurunan defisit perdagangan.
Sebab, jika mata uang domestik lebih murah, harga barang dan jasa dari negara tersebut akan lebih murah bagi pembeli asing.
Hal inilah yang bisa meningkatkan permintaan ekspor negara tersebut ke negara lain.
Sebetulnya, revaluasi juga dilakukan secara sengaja oleh pemerintah, namun memiliki tujuan yang berbeda dengan devaluasi.
Adapun tujuan utama revaluasi adalah untuk menstabilkan mata uang domestik, mengurangi beban utang luar negeri, serta mengendalikan inflasi.
3. Faktor Penyebab
Penyebab utama diberlakukannya devaluasi adalah tingkat inflasi yang tinggi, ketidakstabilan ekonomi suatu negara, serta defisit perdagangan (kondisi ketika nilai impor lebih besar dibandingkan ekspor) yang tergolong besar.
Di sisi lain, revaluasi biasanya terjadi ketika kinerja ekonomi suatu negara yang cenderung kuat dan surplus perdagangan yang cukup besar.
Dalam hal ini, pemerintah dapat menerapkan revaluasi untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mengurangi tekanan inflasi di dalam negeri.
4. Dampak
Baik devaluasi maupun revaluasi sama-sama bisa menimbulkan dampak positif dan negatif, namun dalam hal yang berbeda. Berikut adalah dampak positif dan negatif dari kebijakan devaluasi:
Dampak positif devaluasi:
- Meningkatkan daya saing ekspor suatu negara.
- Pertumbuhan ekonomi negara yang lebih tinggi.
- Meningkatkan pendapatan devisa negara, terutama dari perdagangan ekspor.
Dampak negatif devaluasi:
- Inflasi yang cenderung tinggi.
- Menurunkan daya beli pasar domestik (dalam negeri) akibat inflasi.
- Meningkatkan beban utang luar negeri.
Sementara itu, dampak positif dan negatif dari kebijakan revaluasi yang dilakukan di suatu negara adalah:
Dampak positif revaluasi:
- Menurunkan tingkat inflasi.
- Mengurangi beban utang luar negeri.
- Meningkatkan daya beli domestik.
Dampak negatif revaluasi:
- Melemahkan daya saing ekspor.
- Menurunkan devisa negara akibat melemahnya daya saing ekspor.
- Menimbulkan tekanan bagi produsen dalam negeri karena harus bersaing dengan produk impor yang lebih murah.
Contoh Negara yang Melakukan Devaluasi dan Revaluasi
Berikut adalah contoh-contoh negara yang pernah melakukan kebijakan devaluasi dan revaluasi:
A. Devaluasi: Argentina pada Tahun 2023
Pada tanggal 13 Desember 2024, pemerintah Argentina melakukan devaluasi mata uang Peso (ARS) terhadap Dolar Amerika Serikat sebesar 50 persen, dari yang sebelumnya 365 ARS menjadi 800 ARS per US$.
Hal tersebut bertujuan untuk mengatasi krisis ekonomi dan meredam hiperinflasi yang terjadi karena Argentina mengalami gagal bayar utang senilai Rp975 triliun pada tahun 2020.
Selain melakukan devaluasi mata uang negaranya, Argentina juga memotong subsidi pada sektor energi dan transportasi untuk mengurangi defisit fiskal (ketidakseimbangan pajak atau pendapatan negara) yang menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya inflasi negara tersebut.
B. Revaluasi: Tiongkok pada Tahun 2005
Kebijakan revaluasi sempat diterapkan oleh Tiongkok pada tahun 2005 silam.
Kala itu, Tiongkok menerapkan sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate) dengan menentukan harga mata uangnya berdasarkan permintaan dan penawaran valuta asing (valas).
Berkat kebijakan tersebut, kurs Renminbi (mata uang resmi Tiongkok) terhadap Dolar Amerika Serikat per tanggal 21 Juli 2005 mengalami peningkatan, dari yang sebelumnya 828 Yuan per US$ menjadi 8,11 Yuan per US$.
.
.
Dapatkan Informasi Terupdate dan Paling Menarik Seputar Ekonomi di Laman Google News Inilah.com.