Hangout

Mengenal Triple Mutan Biang Kerok Lonjakan Kasus COVID-19

Penyebab utama lonjakan kasus COVID-19 akhir-akhir ini merupakan imbas dari triple mutan yang belakangan bersirkulasi di sejumlah negara yaitu BA.4, BA.5, dan BA.2.75. Alert, Indonesia harus perketat penyebaran COVID-19 jika tak ingin mengalami gelombang pandemi berikutnya.

Indonesia mencatatkan penambahan 3.540 kasus baru COVID-19 pada Minggu (17/7/2022). Meskipun jumlah kasus ini turun dibandingkan sehari sebelumnya Sabtu (16/7/2022), yaitu 4.329 kasus baru, namun angka ini masih terbilang tinggi. Berdasarkan data Satgas COVID-19, akumulasi kasus positif virus Corona mencapai 6,13 juta.

Pasien yang sembuh bertambah 2.574 orang, sehingga totalnya menjadi 5,9 juta orang. Adapun, pasien yang meninggal akibat Covid-19 kemarin tercatat 10 orang. Total pasien yang meninggal akibat COVID-19 sejauh ini menjadi 156.849 jiwa. Penambahan kasus terbanyak terjadi di Jakarta, yakni 2.002 kasus. Setelah itu, menyusul Jawa Barat (519 kasus), Banten (412 kasus), Jawa Timur (230 kasus), dan Bali (105 kasus).

Kenaikan kasus COVID-19 ini disinyalir akibat munculnya triple mutan yang belakangan beredar di sejumlah negara yaitu BA4, BA5, dan BA2.75. Memang virulensi atau tingkat keparahan virus dan tingkat kematian akibat subvarian ini relatif rendah. Artinya, ketiga subvarian ini tidak begitu ganas. Meskipun demikian, untuk kelompok rentan seperti bayi di bawah 5 tahun, lansia, pasien komorbid, dan imunokompromais (kondisi tubuh yang sulit melawan infeksi) perlu penjagaan yang lebih ketat untuk menghadapinya.

Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 diketahui memiliki banyak mutasi yang sama dengan varian Omicron asli, tetapi memiliki lebih banyak kesamaan dengan varian BA.2, menurut laman resmi Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI). Varian itu membawa mutasi L452R yang sebelumnya terdeteksi pada varian Delta.

Mutasi ini yang diperkirakan bisa membuat virus lebih menular dengan meningkatkan kemampuannya untuk menempel pada sel manusia, serta menghindari sel-sel kekebalan.

Menurut studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Nature, subvarian Omicron BA5, yang saat ini menjadi galur (strain) dominan di AS, empat kali lebih resistan terhadap vaksin messenger RNA (mRNA) COVID-19. Mencakup vaksin COVID-19 produksi Pfizer dan Moderna.

Galur itu sangat mudah menular (hypercontagious) dan berkontribusi dalam peningkatan rawat inap dan penerimaan ICU, kata Mayo Clinic dalam sebuah laporannya.

Hanya saja meskipun subvarian ini diyakini lebih menular dibandingkan strain asli (BA.1) maupun Delta, namun, gejala yang ditimbulkan lebih ringan dibandingkan varian lainnya. Sehingga mudah-mudahan hanya menyebabkan orang tanpa gejala (OTG) dan gejala ringan saja.

Omicron Terbaru Centaurus

Sementara kemunculan subvarian Omicron BA.2.75 juga tak kalah menakutkan. Subvarian yang dikenal sebagai Centaurus ini memiliki tingkat transmisi yang jauh lebih tinggi dari versi yang ada saat ini.

Kemampuan penyebaran virus yang sangat cepat ini membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan BA.2.75 sebagai subvarian Omicron yang sedang dipantau. Subvarian BA.2.75 pertama kali terdeteksi di India pada awal Mei silam. Subvarian kemudian juga ditemukan di 10 negara lain termasuk Inggris, AS, Australia, Jerman, dan Kanada.

Negara tetanggga kita, Singapura sudah melaporkan temuan dua kasus impor Subvarian baru Omicron BA.2.75. Menurut Kementerian Kesehatan Singapura (MOH), dua orang tersebut sebelumnya sempat melakukan perjalanan ke India. MOH mengatakan keduanya kemudian dites positif Covid-19 dan menjalani isolasi. Mereka kini telah pulih sepenuhnya.

Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane menduga COVID-19 subvarian Omicron BA.2.75 menyebut bukan hal yang mustahil jika subvarian tersebut sudah masuk ke Indonesia. Menurut Masdalina, hal ini lantaran kecepatan penyebaran atau waktu reproduction number per unit untuk Omicron lebih banyak dari varian Delta sebelumnya. “Maksudnya dalam satu masa inkubasi terpanjang dia bisa menularkan 10-40 orang,” ujarnya.

Gejala varian Omicron BA.2.75 dari subvarian ini belum diketahui. Pada prinsipnya, gejalanya akan mirip dengan varian omicron lainnya seperti demam, kelelahan, sakit kepala, batuk, sakit kepala, dan pilek. Namun, tanda-tanda baru seperti kehilangan penciuman (anosmia), kehilangan rasa (ageusia), muntah dan diare telah terdeteksi pada subvarian omicron BA.4 dan BA.5 terbaru.

Kepala Ilmuwan WHO Soumya Swaminathan, menjelaskan mutasi varian ini memungkinkan akses ke sel-sel sehat organisme, yang menimbulkan kekhawatiran bahwa ia memiliki kapasitas penularan yang lebih besar dan mampu untuk menghindari kekebalan sebelumnya dengan lebih mudah.

Memang kita tidak boleh terlalu khawatir dengan triple mutan ini karena masih terlalu dini untuk mengetahui apakah itu ketiganya lebih berbahaya daripada yang lain. Namun, kembali merebaknya kasus COVID-19 tak boleh diabaikan. Belajar dari gelombang pandemi COVID-19 sebelumnya, disiplin menerapkan protokol kesehatan menjadi faktor kunci dalam menekan penyebaran virus ini.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button