Hangout

Mengubah Pamrih Menjadi Kasih, Cerita Indah Togu Simorangkir dari Tepian Danau Toba

Di 2010, Togu Simorangkir memutuskan untuk pulang kampung setelah 16 tahun merantau ke luar Sumatera Utara. Hatinya terpanggil menolong anak-anak yang kesulitan akses belajar dan membaca di Pulau Samosir, sebuah pulau yang berada di tengah Danau Toba.

Semula, Sarjana Biologi dari Universitas Nasional (UNAS) Jakarta dan peraih gelar Master of Science bidang Primate Conservation di Oxford Brookes University, Inggris ini sudah ditawari bekerja di The Black Country, di negeri Raja Charles III itu. Namun, rupanya gelora dan keinginan untuk berbagi hidup dengan orang-orang di tanah kelahirannya lebih besar dari tawaran menggiurkan tersebut.

Togu –yang masih berdarah ‘biru’ karena merupakan cicit pahlawan nasional Raja Sisingamangaraja XII– memilih mendedikasikan hidup untuk berbagi melalui Yayasan Alusi Tao Toba yang sudah dirintisnya sejak Juni 2009. Ia bersama rekan-rekan yang satu visi dengannya membangun semacam pondok belajar untuk anak-anak yang desanya masih minim akses informasi, khususnya melalui buku.

Togu Danau Toba

“Aku meninggalkan zona nyaman, lalu bertani, dan membuka usaha air minum untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” kenang Togu. Kala itu, uang hasil penjualan air minum pun dibagi dua. Satu galon air memperoleh laba Rp2.000, separuhnya ia ambil, separuhnya lagi untuk kebutuhan dana Alusi Tao Toba.

“Secara finansial aku terjun bebas karena di lembaga ini tidak bergaji,” ujar laki-laki tiga anak itu. Tapi baginya tidak masalah, karena filosifi hidupnya bukan lagi mengejar uang dan kesuksesan. Sisa hidupnya memang akan dijalani dengan semangat filantropis.

Setelah jualan air minum, Togu kemudian berjualan telur bebek untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tentu saja hasilnya tidak cukup untuk menopang yayasan yang sudah mendirikan empat pondok belajar dan dua kapal belajar itu. Oleh karenanya, ia butuh bantuan dana.

Togu Danau Toba

Menariknya, Togu tidak ingin penggalangan dana dengan cara biasa. Caranya yang ia tempuh pun cukup nyeleneh. Ia menyebutnya sebagai ‘gerilya fundraising’.

“Tahun 2012, aku berenang di Danau Toba, dari Parapat sampai Tuk-Tuk sejauh 9 kilometer, untuk menggalang dana kapal,” ujar pria yang sebenarnya tak jago berenang itu. Hasilnya, ia mengumpulkan dana Rp60 juta.

Tahun 2015, ia kembali melakukan aksi renang menyusuri dinginnya Danau Toba, kali ini sepanjang 18 kilometer. Togu pun berhasil mengumpulkan dana untuk kapal belajar sebesar Rp120 juta. Kapal ini kemudian dipergunakan untuk menjangkau desa-desa di pinggiran Danau Toba yang tidak bisa diakses dari jalur darat.

Togu Danau Toba

Selain di bidang literasi, Togu juga seorang aktivis lingkungan. Lagi-lagi aksi nyeleh yang ia lakukan. Sebagai bentuk protes terhadap PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang dianggapnya telah kelewatan dalam merusak lingkungan sekitaran Danau Toba, pada Juni 2021, Togu melakukan aksi jalan kaki sejauh 1.800 kilometer menuju Jakarta dengan tujuan akhir bertemu Presiden Joko Widodo.

Usahanya pun tak sia-sia. Setelah menempuh perjalanan selama 44 hari, Togu pun akhirnya diterima oleh Jokowi di Istana Negara. “Tujuan dari aksi ini sebenarnya kelestarian Danau Toba untuk kesejahteraan generasi mendatang. Dengan misi ini, kita ingin mencari perhatian publik. Kita ingin mengatakan bahwa di Danau Toba, di Tanah Batak, sedang ada masalah,” ujar Togu seusai diterima Presiden, 6 Agustus 2021.

Togu Danau Toba

Ia menegaskan bahwa dengan menjaga Danau Toba, generasi mendatang bisa turut menikmati keindahan dan kelestarian kekayaan alam tersebut. “Kita berharap investasi yang di sekitar Danau Toba juga memperhatikan lingkungan hidup. Jangan hanya fokus mengeruk keuntungan, tapi mengabaikan kelestarian lingkungan,” ujar pria kelahiran 26 November 1976 itu.

Kini, ia telah menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan Yayasan Alusi Tao Toba kepada generasi yang lebih muda. Tapi ia tetap berkarya-bergerak. Lewat Togu Simorangkir Initiatives, ia saat ini mengurusi orang-orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang terlantar di jalan-jalan serta para tunawisma.

Togu Danau Toba

Sebuah rumah yang ia kontrak selama 3 tahun bersebutan Rumah Langit ia sediakan untuk tempat tinggal siapa pun yang datang.

Bagi Togu, berbuat baik bukanlah sebuah kesalahan. Filosofi ini telah membuatnya kecanduan berbuat baik. Menurut peraih anugerah Kick Andy Heroes 2019 ini, kalau tidak ada pikiran untuk membantu orang lain, rasanya aneh. Dengan mendedikasikan hidup untuk berbagi itulah, ia memperoleh kebahagiaan.

“Kebahagiaan yang tidak bisa dibeli di pajak Horas (pasar di Pematang Siantar) sana,” seru Togu.

Togu Danau Toba

Lepas dari itu semua, Togu ingin mengajak semua orang untuk berani memberi. Berbagi itu tidak melulu soal uang. Jika tidak ada uang, kita bisa memberi waktu, ide, dan tenaga. Ia percaya, semakin ikhlas orang memberi, kehidupannya pasti akan selalu dipenuhi dengan rasa syukur. “Berbagi itu mengubah pamrih menjadi kasih,” katanya.

Ketika ia ditanya apakah ia menyesal harus meninggalkan Inggris dan kembali ke Danau Toba, Togu menjawab tidak dengan mantap. “Yang penting, kan aku sudah lihat salju,” ujarnya sembari berkelakar.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button