Market

Meningkatkan Kualitas Investasi pada Pendekatan Yurisdiksi  

Pendekatan yurisdiksi (Juridical Action/JA) adalah pendekatan yang memungkinkan adanya integrasi antara pihak pemerintah, perusahaan, dan komoditas pertanian untuk membuka peluang untuk mewujudkan kesejahteraan secara keseluruhan di tingkat yurisdiksi atau daerah.

Dalam suatu yurisdiksi, kemakmuran dicapai melalui keseimbangan produksi dan perlindungan hutan tropis dan keanekaragaman hayati untuk mencapai tingkat keberlanjutan yang optimal , melestarikan ekosistem untuk jasanya, dan memonetisasi nilai jasa di yurisdiksi tersebut.

Infrastruktur JA akan dikembangkan sesuai karakteristik spasial dan ekosistem yurisdiksi. Pendekatan Prosperity”. Secara khusus, studi kasus ini membahas penyesuaian yang diperlukan untuk memenuhi untuk menjaga kemakmuran dalam suatu yurisdiksi juga dikenal sebagai “Green Growth” atau “Green Prosperity”. Secara khusus, studi kasus ini membahas penyesuaian yang diperlukan untuk memenuhi kepercayaan dan selera investor untuk berinvestasi dalam pendekatan yurisdiksi.

Beberapa penyesuaian mungkin diperlukan untuk menghentikan deforestasi, seperti instrumen keuangan yang memungkinkan pembiayaan skala besar dikelola dengan baik, instrumen peraturan yang perlu ada untuk memfasilitasi investor, pengaturan kelembagaan yang memungkinkan perencanaan, implementasi, evaluasi, dan tata kelola yang menyeluruh dan multi-stakeholder dan multi-level, serta kemampuan untuk melakukan pendekatan yurisdiksi di tingkat sub-nasional.

Laporan IPCC terbaru menjadi dasar penetapan “kode merah untuk kemanusiaan”, menunjukkan bahwa bumi sudah dalam krisis iklim dan benar-benar membutuhkan aksi nyata. Sektor berbasis penggunaan lahan untuk pertanian, kehutanan, dan lainnya merupakan sektor strategis yang menyumbang sekitar seperlima dari emisi global.

Upaya untuk menghentikan deforestasi muncul tidak hanya dalam konteks menghindari emisi dari deforestasi dan meningkatkan penyerapan karbon, tetapi juga dalam memastikan keberlanjutan keseluruhan rantai pasokan komoditas. Perusahaan berbasis komoditas dan barang konsumsi telah mencoba mengurangi deforestasi, bahkan menetapkan target deforestasi.

Sebagian besar inisiatif investasi swasta saat ini berbasis proyek atau konsesi yang masih berskala kecil. Pemantauan kinerja pengurangan deforestasi dianggap cukup sederhana dan risikonya dianggap dapat dikelola karena investor biasanya terlibat langsung dengan badan usaha. Namun, penanganan skala kecil memiliki kelemahan, misalnya kebocoran informasi dan peningkatan deforestasi di luar konsesi.

Pendekatan yurisdiksi diformulasikan untuk mengatasi masalah tersebut. Berdasarkan definisinya, yurisdiksi didefinisikan sebagai lanskap yang secara geografis ditentukan oleh politik atau batas-batas administratif, termasuk negara, negara bagian atau provinsi, dan kabupaten atau kota”. JA menjadi daya tarik bagi sektor swasta untuk berinvestasi dengan nyaman dan di saat bersamaan memungkinkan penghitungan emisi karbon di cakupan sub-nasional yang masih merupakan tantangan.

Untuk menghentikan deforestasi dalam skala besar, upaya di sektor komoditas yang secara tradisional menangani deforestasi baik di dalam perusahaan atau di seluruh rantai pasokan telah bergeser ke keberlanjutan yurisdiksi yang menangani seluruh area sumber. Dengan ekosistem yang sudah berjalan untuk mendorong pendekatan Yurisdiksi, diperlukan pelibatan sektor finansial atau investasi untuk mengakselerasi upaya di skala yang lebih besar agar capaian pemerintah lebih besar.

“Melalui studi Investment Case of Jurisdictional Approach, kita lihat elemen investasi penting untuk mendorong ekosistem yang sudah ada yang dulu terbatas pada project-based atau concession-based. Dan, untuk mengakselerasi investasi tersebut agar lancar diperlukan kebijakan, strategi, peta jalan, dan peraturan yang tepat serta kesiapan semua pemangku kepentingan harus terencana. Koordinasi antar sektor dan skala yurisdiksi diperlukan untuk merencanakan dan mengelola investasi yurisdiksi secara kolaboratif,” ujar Agus Sari, Chief Executive Officer Landscape Indonesia.

Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di negara berkembang dikenal dengan singkatan REDD+ telah dimasukkan ke dalam perjanjian internasional di bawah United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) sejak Konferensi Ketiga Belas Para Pihak (COP13) di Bali, Indonesia, pada tahun 2007. Sejak saat itu, REDD+ telah diimplementasikan di Indonesia dalam berbagai bentuk. Sektor swasta mengambil rute kegiatan demonstrasi yang berbasis proyek dan konsesi. Beberapa dari mereka telah menunjukkan kemajuan di pasar sukarela untuk pengurangan emisi karbon. Entitas internasional mulai mengembangkan inisiatif skala yang lebih besar, termasuk melalui implementasi nasional dan sub-nasional.

“Indonesia telah memasukkan pendekatan yurisdiksi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Beberapa daerah termasuk Seruyan telah menetapkan kebijakan daerah yang menerapkan pendekatan ini. Tujuannya adalah agar kriteria keberlanjutan diterapkan pada skala wilayah. Saat ini Inobu sedang memfasilitasi pemerintah kabupaten Seruyan untuk menetapkan pendekatan yurisdiksi terhadap standar keberlanjutan komoditas, bekerja sama dengan Roundtable for Sustainable Palm Oil (RSPO),” ujar Steni dari Yayasan Inobu.

Sementara, pada tahun 2008, The Nature Conservancy (TNC) menjalin kemitraan dengan pemerintah kabupaten Berau di Kalimantan Timur dalam mengembangkan inisiatif REDD+. Kemitraan yang diluncurkan pada tahun 2009 ini bertujuan untuk merespon dan terlibat dalam program pembangunan rendah emisi secara terpadu di dalam dan di seluruh Kabupaten Berau.

Ketika terstruktur dengan benar, pendekatan yurisdiksi merupakan pendekatan yang menarik bagi investor sektor swasta untuk berinvestasi. Pembiayaan dapat dilakukan sebagai investasi langsung atau melalui struktur dana. Ada cara-cara inovatif untuk membangun struktur dana di yurisdiksi, termasuk melalui pembentukan jendela yurisdiksi khusus dalam dana yang ada.

Kondisi yang memungkinkan perlu diperkuat. Ini termasuk instrumen peraturan yang tampaknya masih membutuhkan perbaikan, koordinasi, terutama di antara lembaga pemerintah terkait di berbagai tingkat, dan kemampuan teknis di antara entitas yang terlibat terutama di yurisdiksi tahap sub-nasional.).

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Ivan Setyadhi

Dreamer, Chelsea Garis Biru, Nakama, Family Man, Bismillah Untuk Semuanya, Alhamdulillah Atas Segalanya
Back to top button