Market

Menko Airlangga: Program JKP untuk Korban PHK Berlaku Sejak Februari 2022

Ada kabar baik untuk buruh atau pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK. Meski tak adalagi JHT, masih ada JKP yang efektif berlaku sejak 1 Februari 2022.

Kepastian ini disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta, Selasa (15/2/2022). “Klaim program JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan) efektif per tanggal 1 Februari 2022. Di mana, JKP merupakan bentuk perlindungan jangka pendek bagi pekerja atau buruh, karena langsung mendapatkan manfaat seketika berhenti kerja,” ujar Menko Airlangga.

Mengingatkan saja, manfaat dari program Jaminan Hari Tua (JHT) baru bisa dinikmati pekerja atau buruh ketika sudah berusia non produktif karena pensiun yakni 56 tahun, Atau ketika mengalami cacat tetap atau meninggal dunia. Artinya, JHT sifatnya jangka pangan, sesuai Permenaker No 2 Tahun 2022.

Sedangkan program JKP, merupakan program jaminan sosial bagi pekerja atau buruh yang terkena PHK, diatur melalui UU Cipta Kerja. Beleid ini bertujuan mulia, melindungi pekerja atau buruh yang terkena PHK agar tetap bisa mempertahankan derajat hidup, sebelum masuk kembali ke pasar kerja (PP Nomor 37/2021).

Masih kata Menko Airlangga, keberadaan program JKP ini, tidak mengurangi manfaat program jaminan sosial yang sudah ada. Para pekerja atau buruh juga tak perlu khawatir, iuran JKP tidak akan membebani pekerja, buruh ataupun pemberi kerja. Karena, besaran iuran JKP hanya 0,46 persen dari besaran upah, ditanggung Pemerintah Pusat.

Meski demikian, kata Menko Airlangga, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi pekerja ataupun buruh yang berhak mendapatkan manfaat JKP. Yaitu, penerima JKP adalah pekerja yang membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) selama 12 bulan dalam 24 bulan, yang di dalamnya ada masa iuran 6 bulan berturut-turut.

Penerima manfaat JKP adalah pekerja yang terkena PHK, dan klaim pengajuan dilakukan sesaat setelah terjadi PHK hingga 3 bulan berikutnya. Jika lewat masa 3 bulan, manfaat JKP hangus. Sehingga, pekerja yang mengundurkan diri, cacat tetap, pensiun, meninggal dunia, PKWT yang masa kerjanya sudah habis sesuai kontrak, tidak memenuhi kriteria sebagai penerima JKP.

Jika pekerja yang terkena PHK, pastikan adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang usianya belum 54 tahun saat terdaftar sebagai peserta, dan pekerja yang mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek, serta terdaftar dalam program JKN BPJS Kesehatan.

Perencana Keuangan, Safir Senduk meyakini, program JKP mampu memberikan perlindungan bagi pekerja atau buruh saat terkena PHK. Program ini juga berfungsi sebagai jaring pengaman sosial. “JKP bisa memberikan klaim kepada pekerja. Seharusnya dengan adanya program ini tidak ada lagi permasalahan,” kata dia.

Safir melanjutkan, polemik yang muncul saat ini lebih disebabkan oleh terbatasnya pemahaman masyarakat mengenai konsep JHT, kurangnya sosialisasi, serta minimnya kesadaran akan pentingnya perencanaan keuangan di masa mendatang.

Dia bilang, program JHT adalah salah satu program sosial yang memberikan proteksi kepada pekerja, sehingga dalam kondisi apa pun pencairan klaim harus dilakukan ketika masyarakat memasuki usia tua.

Tentu saja, program ini berbeda dibandingkan dengan tabungan konvensional yang bisa dicairkan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan nasabah. “Ingat, JHT ini bukan rekening bank yang bisa kita akses sewaktu-waktu,” kata Safir Senduk.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button