News

Menkop Teten Pecat Dua ASN yang Perkosa Pegawai Kementerian

Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki akhirnya memecat dua PNS pelaku dugaan kekerasan seksual di Kemenkop UKM.

Pemecatan tersebut dilakukan usai Teten menerima laporan tim independen yang dibentuk usai korban ‘teriak’ menuntut keadilan.

“Setelah melalui suatu proses koordinasi dengan BKN, Kemen PPPA, KASN, dan juga hasil penelusuran Tim Independen, kami putuskan memberikan sanksi disiplin berupa pemecatan kepada pelaku kekerasan seksual kepada dua PNS atas nama ZPA dan WA,” ujar Teten di kantornya, Senin (28/11/2022).

Kemenkop UKM juga membatalkan beasiswa kepada ZPA salah seorang pelaku pemerkosaan kepada Kementerian Bappenas.”Pada prinsipnya kami tidak mentolerir kekerasan seksual dalam bentuk apa pun,” ujar Kepala Staf Kepresidenan (KSP) periode 2 September 2015 hingga 17 Januari 2018 tersebut.

Selain memecat dua PNS di lingkungan Kemenkop UKM, Teten juga menjatuhkan sanksi bagi ASN lain berinisial EW berupa penurunan satu tingkat jabatan lebih rendah selama tahun. Sementara MM pelaku lain yang merupakan tenaga honorer dijatuhi sanksi pemutusan kontrak kerja.

Dalam konferensi pers tersebut, Teten menyebut empat alasan penyelesaian kasus itu hingga berlarut-larut. Pertama, adanya surat perintah penghentian penyidikan (SP3), kedua upaya perdamaian antara pelaku dengan korban, ketiga adanya pernikahan salah seorang pelaku dengan korban, dan terakhir relasi kekerabatan yang cukup erat di lingkungan Kemenkop UKM.

“Ini penyebab yang ditemukan tim independen kenapa penyelesaian kasus ini bisa berlarut-larut,” ujar dia.

Ia menegaskan dalam kasus tersebut akan menindak tegas siapa saja oknum yang terlibat. Selain perbuatan melawan hukum, perbuatan pelaku telah mencoreng nama kementerian terkait.

Tim Independen Pencari Fakta telah menyerahkan tujuh rekomendasi terkait kasus dugaan kekerasan seksual di Kemenkop UKM kepada Teten pada Selasa (22/11/2022).

Salah satu rekomendasi Tim Independen yang dibentuk Kemenkop UKM itu terkait sanksi yang seharusnya dijatuhkan kepada para terduga pelaku pemerkosaan. Terutama, empat pegawai yang masih bekerja di kementerian tersebut.

“Kami merekomendasikan agar sanksinya diperberat,” ujar Ketua Tim Independen Pencari Fakta Ratna Batara Munti dalam konferensi pers, Jakarta, Selasa lalu.

Dalam kasus ini ada empat pelaku yang masih bekerja di Kemenkop-UKM. Mereka berinisial MM, EW, WA, dan ZPA. Adapun WA dan ZPA berstatus pegawai negeri sipil (PNS).

“Sanksi dari dua PNS yang semula hanya mendapat penjatuhan hukuman satu tahun penurunan masa jabatan itu dua pelaku utama…Kami rekomendasikan terhadap dua PNS ini kita rekomendasikan untuk diberhentikan,” jelas Ratna pekan lalu.

Sementara untuk dua pelaku lain yang merupakan tenaga honorer, tim independen merekomendasikan agar salah satunya diputus kontrak. Sementara yang lainnya dikenakan sanksi diturunkan masa jabatannya.

Kasus kekerasan seksual terhadap pegawai KemenkopUKM ini terjadi pada 6 Desember 2019 saat mengadakan Rapat Di Luar Kantor (RDL).

Pemerkosaan terjadi di hotel tempat rapat berlangsung, 4 orang pegawai memperkosa yaitu: MM, EW, WA, dan ZPA dan 2 orang menjaga pintu dan 1 orang ikut sampai lokasi. Ketiga orang ini adalah: N, T, A.

Setelah kejadian tersebut, N (korban) justru mendapat tekanan dan ancaman dari para pelaku.

Merasa tak mendapat perlindungan, N memilih mengadu ke Polresta Bogor Kota. Di sana, setelah melakukan visum dan melakukan penyelidikan sampai menyita rekaman CCTV Hotel, polisi menangkap pelaku dan langsung ditahan.

Di sinilah pelaku melalui keluarga melakukan pendekatan kepada korban untuk mencabut laporan dan berdamai. Korban direkomendasikan untuk menikah dengan salah satu tersangka yang masih single.

Pendekatan keluarga pelaku dilakukan sebelum proses penyidikan sampai ke pengadilan. Keluarga korban akhirnya luluh, salah satu tersangka (ZPA) akhirnya menikah dengan N difasilitasi kepolisian.

Setelah sepakat menikah dan berdamai, para pelaku keluar dari tahanan. Namun setelahnya, ZPA yang sudah sah jadi suami N malah menghilang dan tak ada perhatian. Bahkan ZPA tercatat hanya sekali datang ke rumah N.

Melihat gelagat semacam ini, keluarga N merasa pernikahan tersebut hanya menjadi cara bagi pelaku untuk lepas dari konsekuensi hukum.

Kasus perkosaan tersebut saat ini dihentikan penyidikannya oleh kepolisian dengan keluarnya SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) dengan alasan restorative justice.

Setelah kejadian tersebut, status N sebagai pegawai honorer tidak diperpanjang. Sementara dua pelaku masih berstatus pegawai di Kemenkop UKM. Keduanya diklaim sudah diberi sanksi, tapi dinilai tak sebanding dengan perbuatannya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button