News

Mensesneg dan Menkumham Rebutan Wewenang dalam Revisi UU Pembentukan Perundangan

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi atau Awiek mengaku heran dengan pemerintah yag berbeda sikap dalam pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan (UU P3).

“Ya sebagai sebuah tanggapan ya hal wajar. Namun kesannya jadi kurang elok karena ramainya seolah-olah pemerintah berbeda sikap di depan DPR. Itu kan tidak pernah terjadi,” kata Awiek, Kamis (14/4/2022).

Politikus PPP itu mengaku para anggota Baleg bertanya-tanya dengan perbedaan sikap Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham).

“Kita kan sempat bertanya-tanya juga karena di depan anggota DPR, di depan panja (panitia kerja) itu pemerintah justru berbeda sikap, gitu. Kalau fraksi berbeda sikap itu biasa, ini kok pemerintah yang berbeda sikap,” ujarnya.

Perdebatan itu terjadi saat pembahasan kewenangan perundangan. Pasal 85 ayat (1) tertulis pihak yang berwenang melakukan pengundangan adalah Setneg.

Dalam DIM RUU P3 Nomor 64, Pasal 85 Ayat (1) berbunyi:

Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf a, huruf b, dan huruf c dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara.

Ayat (2):

Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf d dan Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dilaksanakan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

“Terus kita tanya ini, kenapa kok ada di Setneg, apa alasan, argumentasi yuridisnya?” tanya Awiek.

Awiek pun menyinggung kewenangan perundangan yang mulanya di Kemenkumham kemudian dipindah di Sekretariat Negara (Setneg) bermotif politik. Namun demikian tetap dperlukan argumentasi hukum.

“Ya kalau kembali ke keputusan politik, itu kan namanya keputusan politik, a bukan argumentasi hukumlah. Ya namanya keputusan politik itu tidak perlu diperdebatkan karena Presiden maunya ke Setneg, selesai, kan gitu. Dalam aspek yuridisnya kita pertanyakan,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button