Mungkin tak banyak yang tahu, program penutupan 343 tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah sistem open dumping di Indonesia, melahirkan potensi ekonomi yang nilainya cukup menggiurkan.
Peluang atau potensi itu berdasarkan hasil studi Deputi Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya KLH/BPLH. Studi dilakukan menggandeng Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq menyebut setidaknya 7 sektor bisnis potensial yang muncul di program penutupan TPA dengan nilai ekonomi mencapai Rp127,5 triliun per tahun. Sehingga program penutupan TPA open dumpng layak dikembangkan melalui transformasi sistem pengelolaan sampah nasional.
“Berdasarkan analisis ekonomi yang disajikan dalam bahan Rapat Kerja dengan Komisi XII DPR, penutupan TPA open dumping dan transformasi menuju sistem pengelolaan sampah terintegrasi tidak hanya memberikan manfaat lingkungan tetapi juga membuka peluang ekonomi signifikan,” kata Menteri Hanif, Jakarta, dikutip Minggu (2/3/2025).
Peluang ini, lanjut Menteri Hanif, mencakup pengembangan industri daur ulang material, produksi kompos dan pupuk organik, pembangkit listrik berbasis sampah, produksi bahan bakar alternatif, sistem pemulihan material berharga, serta jasa konsultasi dan teknologi pengelolaan sampah.
“Berdasarkan data Komisi XII DPR mengkonfirmasi potensi penciptaan lapangan kerja baru dengan peningkatan pendapatan bagi masyarakat,” jelas Menteri Hanif.
Selanjutnya, Menteri Hanif, membeberkan 7 sektor bisnis serta nilai ekonomi yang muncul dari program penutupan TPA open dumping itu. Pertama, industri daur ulang material dengan potensi ekonomi Rp42,3 triliun per tahun. Meliputi daur ulang plastik, kertas, logam, dan kaca.
Kedua, produksi kompos dan pupuk organik dengan potensi ekonomi Rp18,7 triliun per tahun. Ketiga, waste to energy dengan potensi ekonomi Rp26,5 triliun per tahun. Keempat, produksi refuse derived fuel (RDF) dengan potensi ekonomi Rp13,8 triliun per tahun.
Kelima, sistem urban mining untuk pemulihan logam berharga dengan potensi ekonomi Rp9,7 triliun per tahun, Keenam, ekonomi berbagi dan aplikasi sampah digital dengan potensi ekonomi Rp7,2 triliun per tahun. “Ketujuh, jasa konsultasi dan teknologi pengelolaan sampah dengan potensi ekonomi Rp9,3 triliun per tahun,” papar Menteri Hanif.
Studi ini, lanjutnya, juga mengidentifikasi 12 model bisnis berkelanjutan yang dapat dikembangkan UMKM, koperasi, dan start-up dengan kebutuhan investasi awal mulai Rp250 juta hingga Rp5 miliar. Dengan proyeksi Internal Rate of Return (IRR) berkisar 18-27 persen untuk periode investasi 5 tahun
“Ini akan berdampak pada kesadaran tiap individu, tetapi peluang dari implementasi ekonomi sirkular dan penciptaan lapangan kerja (green jobs),” imbuhnya.