News

Konsinyering Tertutup Bahas Tahapan Pemilu Potensi Langgar UU

Konsinyering tertutup membahas tahapan Pemilu 2024 yang digelar Komisi II DPR bersama KPU, Bawaslu, Kemendagri dan DKPP pada Jumat (13/5/2022) hingga Minggu (15/5/2022) potensi melanggar Undang-undang (UU) Pemilu karena tidak partisipatif. Konsinyering oleh Komisi II diadakan secara tertutup dengan dalih digelar pada masa reses DPR.

Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati menilai agenda reses seharusnya tidak dijadikan dalih melaksanakan konsinyering tertutup. Pasalnya partisipasi publik dalam pembahasan tahapan pemilu penting sesuai dengan ketentuan Pasal 3 UU Pemilu yang menekankan transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemilu.

“Publik bisa menilai bahwa prosesnya tidak partisipatif. Tidak bisa dipantau oleh publik yang sebetulnya juga merupakan stakeholder pemilu,” kata Khoirunnisa, di Jakarta, Minggu (15/5/2022).

Kegiatan tertutup yang digelar DPR bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu di Mid Plaza Hotel selama tiga hari mengundang kecurigaan publik bahwa proses pembahasan pemilu ada yang ditutup-tutupi. Apalagi yang dibahas merupakan draf kebijakan Peraturan KPU (PKPU).

Konsinyering tertutup membahas rancangan PKPU mengenai tahapan, program, dan jadwal Pemilu 2024. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang mengatakan konsinyering tertutup digelar pada masa reses untuk efisiensi waktu.

Selepas masa reses, Komisi II selanjutnya menggelar rapat kerja dan RDP bersama Kemendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP pada 18 Mei 2022 secara terbuka di DPR menindaklanjuti hasil rapat konsinyering itu.

“Karena ini yang dibahas adalah draf kebijakan berupa Peraturan KPU seharusnya pembahasannya dilakukan secara terbuka, sehingga publik pun bisa berpartisipasi untuk memberikan masukan terhadap draf PKPU ini,” terang Khoirunnisa.

Hasil konsinyering antara DPR, Kemendagri, dan penyelenggara pemilu menghasilkan kesepakatan anggaran pelaksanaan Pemilu 2024 sebesar Rp76 triliun dari APBN. Padahal sebelumnya KPU diminta untuk melakukan efisiensi anggaran.

“Dari Rp86 triliun (turun) jadi Rp76 triliun itu berarti sudah ada sikap dan langkah-langkah KPU (yang memperhatikan) masukan dan saran kami,” kata Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus.

Ia menyampaikan KPU dapat melakukan sejumlah penghematan sehingga anggaran yang diusulkan tidak sebesar usulan awal yaitu Rp86 triliun. Penghematan itu di antaranya terkait mengubah pagu anggaran untuk honor panitia ad hoc pemilu.

“Di situ (usulan rancangan anggaran awal) 70 persen dana hanya untuk biaya honor, sekarang sudah dikurangi,” kata Guspardi.

Penghematan lainnya juga dapat dilakukan oleh KPU jika lembaga itu dapat melakukan pendekatan ke Kemendagri untuk meminta fasilitas pinjaman gudang. Konsinyering juga menghasilkan kesepakatan yang sebelumnya menuai perdebatan terkait anggaran, penyelesaian sengketa, masa kampanye, dan pengadaan logistik pemilu.

Sekalipun begitu, menurut anggota Komisi II DPR lainnya, Rifqi Karsayuda, kesepakatan yang muncul dalam konsinyering tidak mutlak karena keputusan resmi harus berdasarkan hasil RDP yang digelar secara terbuka di Komisi II DPR. Konsinyering sengaja digelar demi mengatasi kebuntuan yang dialami oleh para pihak saat membahas berbagai masalah pemilu pada forum-forum rapat yang formal.

Hasil rapat konsiyering antara Komisi II DPR RI, Kemendagri, dan penyelenggara pemilu yaitu KPU, Bawaslu, dan DKPP juga menyepakati Pemilu 2024 belum menggunakan teknologi pemungutan suara memakai perangkat elektronik (e-voting) karena infrastruktur masih belum merata.

“Kata kuncinya konsinyering adalah bagian dari agenda untuk menyamakan persepsi, dan konsinyering bukan agenda resmi yang keputusannya jadi keputusan resmi. Keputusan resmi (ada di) RDP,” kata Rifqi.

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button