Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia, Rissalwan Habdy Lubis meminta pihak kepolisian segera mengusut grup Facebook bernama ‘Fantasi Sedarah’ yang terus menuai kecaman publik.
Sebab grup ini berisi percakapan dan pengalaman yang dibagikan terkait hal-hal menyimpang berbau sensual dan seksual terhadap anggota keluarga sendiri atau berkonotasi inses.
Rissalwan menilai keberadaan grup tersebut tidak hanya melanggar norma sosial, tetapi juga mengganggu keteraturan masyarakat dan berpotensi melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.
“Menurut parameter apa pun, ini jelas melanggar norma kesusilaan. Norma agama, dan tentunya juga norma hukum. Ada kok aturan hukumnya yang berkaitan dengan ini,” ujar Rissalwan kepada Inilah.com, Sabtu (17/5/2025).
Ia menambahkan, aktivitas semacam ini tidak bisa dibenarkan dengan alasan kebebasan berekspresi di media sosial. Apalagi jika kontennya sudah mengarah pada pornografi, kekerasan seksual, atau pelecehan terhadap tatanan moral masyarakat.
“Kalau menggunakan medsos, tentunya ada pihak yang terganggu. Cuma kalau menggunakan Undang-Undang ITE, ini kan harusnya delik aduan ya. Kalau tidak ada yang mengadukan, ya tidak bisa,” jelasnya.
Namun, Rissalwan optimistis, dalam waktu dekat akan ada kelompok masyarakat yang menyampaikan laporan secara resmi kepada aparat penegak hukum. Namun bila tidak, sejatinya aparat juga bisa mengusut grup tersebut.
“Karena prinsip keteraturan sosial itu dibangun berdasarkan kesepakatan besar dari masyarakat soal tujuan bersama. Dan ada hal-hal yang memang tidak bisa diungkap kepada publik,” terangnya.
Menurut pendekatan psikoanalisis, lanjut Rissalwan, perilaku dalam grup Fantasi Sedarah juga menunjukkan indikasi penyimpangan serius.
“Kalau kita pakai psikoanalisisnya Sigmund Freud misalnya, ini id-nya sangat besar. Tentunya akan ada kelompok dari superego yang nanti akan merespons. Ini memang berbahaya kalau dibiarkan. Jangan sampai ada permakluman, ada toleransi terhadap kelompok seperti ini,” katanya.
Lebih lanjut, ia menegaskan tindakan tegas harus segera diambil karena pelanggaran yang terjadi tidak hanya berdimensi etika, tetapi juga hukum.
“Karena ini sudah melanggar banyak hal-norma kesusilaan, norma kesopanan, norma agama, bahkan norma hukum,” tegasnya.
Lebih jauh, Rissalwan menyatakan keprihatinannya terhadap fenomena tersebut. Ia mengingatkan pembiaran terhadap perilaku menyimpang semacam ini dapat merusak tatanan sosial bahkan peradaban manusia.
“Jadi ini cukup prihatinlah kita dengan kondisi ini. Jangan kita biarkan ini jadi hal yang biasa. Ini nggak bisa dibiasakan. Yang begini-begini justru yang merusak peradaban manusia. Di zaman nabi-nabi dulu, ini yang merusak semua. Kalau kita biarkan-biarkan, ini nggak boleh dibiarkan,” pungkasnya.