Kanal

Merevisi Canda Gus Dur tentang Polisi

“Hanya ada tiga polisi jujur,” kata almarhum Gus Dur suatu kali, sambil bercanda, “Yang pertama Hoegeng. Yang kedua, polisi tidur. Yang ketiga, patung polisi.”

Dulu kita tertawa mendengar joke itu. Rasanya ‘relatable’ dengan kehidupan kita sehari-hari. Dengan perasaan terdalam kita yang entah mengapa muak kepada ‘kelakuan’ oknum polisi. Apalagi kalau polisi itu kebanyakan oknum.

Kini, bahkan polisi tidur pun menyusahkan. Patung polisi bikin deg-degan. Sementara Hoegeng sudah tiada. Yang terkenang dari polisi akhir-akhir ini adalah Ferdy Sambo.

Kalau disurvei namanya, FS boleh jadi salah satu yang paling populer di Indonesia, mengalahkan ketua partai politik atau calon presiden. LSI Denny JA menyebut 87,5% masyarakat Indonesia pernah mendengar kasus Sambo. Fantastis, bukan?

Pasca kasus Sambo, disusul Teddy Minahasa, wajah polisi memang babak belur. Ribuan polisi baik kena imbasnya, mereka jadi dianggap ‘oknum’ juga. Kasihan.

Sampai-sampai anak-anak kecil tidak mau lagi bercita-cita jadi polisi, citra Sambo yang jahat begitu kuat di kepala mereka. Bahkan jadi olok-olok di Twitter, seorang ibu memarahi anaknya yang nakal dan malas belajar, “Awas lho jadi polisi!” Si anak menangis.

Pasca rentetan peristiwa negatif yang terkuak ke publik, penanganan keamanan tragedi Kanjuruhan, dan perlakuan polisi yang terkesan main tangkap mereka yang kritis kepada lembaga itu, citra polisi memang terjun bebas.

November 2021 masih di angka 80,2%, Agustus 2022 sudah 54,4%. Itu sebelum tragedi Kanjuruhan, sebelum Presiden memarahi semua perwira polisi di istana, sebelum kasus sabu Teddy Minahasa. Sekarang bisa jadi lebih rendah lagi.

Berat memang situasi yang dihadapi Polri saat ini. Tingkat kepercayaan publik hanya 54,4% pada institusi ini artinya setengah dari rakyat Indonesia tidak percaya polisi. Kalau kita tanya 10 orang, 5 orang pasti tak percaya—bahkan mungkin tak suka.

Penyebabnya banyak. Tapi yang paling utama adalah karena banyaknya ‘oknum’ yang bikin masalah, terlalu banyak. Polantas menilang meminta uang, petugas loket di polsek memperumit kasus, polda jadi tempat titipan politisi, perwira-perwira tinggi tersandung kasus besar—bahkan terkesan ada perang, saling tikam, di internal mereka sendiri.

Wajar kalau masyarakat jadi tak percaya. Setelah dimarahi Presiden di depan umum, di hadapan seluruh rakyat Indonesia, karena peristiwa itu disiarkan dan dikabarkan, Kapolri harus berbenah total. Kalau tidak bisa, mending mundur saja. Malu, Pak. Yang ditunjukkan Presiden bukan hanya ‘performative governance’, tapi simbol kemarahan besar pemimpin tertinggi negara.

Menurut survei Denny JA (19/10), 85% masyarakat ingin Polri berbenah segera. Tingkat kepercayaan publik kepada Kapolri masih sedikit lebih baik daripada kepada lembaganya, 65%. Tapi ini angka yang kritis. Bisa terjun bebas kapan saja. Apalagi jika publik tak melihat perubahan berarti dalam waktu dekat ini.

Dalam situasi seperti ini, semua tentang Kapolri akan disorot publik. Joget kurang lentur saat nyanyi bareng Farel Prayoga di Istana Negara jadi soal. Di-skip salaman sama Presiden jadi masalah. Salah foto jadi meme. Repot memang! Salah maning, salah maning.

Selain kerja internal yang menyeluruh. Mungkin Kapolri juga perlu konsultan hebat untuk menangani semua ini. Jangan serahkan kepada humas yang justru bikin kacau dengan lomba menulis artikel positif tentang polisi. Atau bikin posting-posting yang memuji diri sendiri ditambahi kalimat, “Terima kasih Pak Polisi.” Alamak! Malah jadi olok-olok.

Di tengah situasi sekarang, mungkin kita memang perlu merevisi canda Gus Dur. Direvisi dalam arti jangan lagi ada ‘dark joke’ yang sebenarnya sedang mengatakan bahwa polisi bandit semua, karena hanya ada tiga polisi yang baik: Hoegeng, polisi tidur, dan patung polisi.

Kata seorang netizen yang berkomentar di Facebook saya: “Oknumnya kebanyakan. Polisi tidur aja menyusahkan. Apalagi polisi yang bangun. Hidup pula!”

#PolisiTidurOut. Selain Hoegeng, patung polisi, mungkin sekarang polisi baik dan jujur ada di acara komedi ‘Lapor Pak!’. Apalagi, selain baik dan jujur, mereka juga lucu. Gus Dur pasti setuju.

Tabik!

FAHD PAHDEPIE — CEO inilah.com

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button