Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menerbitkan PKPU No. 8/2024 tentang pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota. Perubahan tersebut dilakukan berdasarkan putusan MA No. 23/P/HUM/2024.
Koordinator Komite Pemilih (TePi) Indonesia, Jeirry Sumampow menilai putusan ini seperti dipaksakan sehingga patut diduga sarat dengan pengaruh kepentingan politik praktis.
“Ini agak dipaksakan sehingga patut diduga sarat dengan pengaruh kepentingan politik praktis. Ini seakan mengulang kasus Putusan MK terkait usia Capres Cawapres dalam Pemilu lalu,” ujar Jeirry dalam keterangannya, dikutip di Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Dia membeberkan jika KPU tetap memaksa untuk menggunakan PKPU tersebut maka tahapan Pilkada akan terganggu. Alasannya, putusan tersebut dibuat ditengah tahapan pemilihan sedang berlangsung.
“Sementara pendaftaran paslon usulan parpol akan berlangsung akhir Agustus nanti. Karena itu, maka mungkin baik jika KPU memikirkan kembali pemberlakuan PKPU tersebut,” kata dia.
Dia berpendapat PKPU tersebut merupakan bentuk diskriminasi, tak adil dan tak setara terhadap calon perseorangan. Sebab ada penggunaan persyaratan yang berbeda dalam pencalonan. Hal ini bisa berpotensi untuk digugat, baik gugatan proses maupun sengketa hasil di MK nantinya.
“Karena itu, maka mungkin baik jika KPU memikirkan kembali pemberlakuan PKPU tersebut. Mumpung ada keberatan DPR, itu bisa dijadikan alasan untuk menarik kembali PKPU tersebut. Baik jika DPR juga menolaknya sehingga bisa jadi alasan bagi KPU untuk menunda pemberlakuan Putusan MA itu dalam Pilkada berikutnya,” ucapnya.