Dengan merger maskapai milik negara antara Citilink dan Pelita Air, Kementerian BUMN dalam menekan harga tiket yang mulai terbang tinggi jelang akhir tahun.
Tren kenaikan harga tiket belakangan ini, menurut Menteri BUMN, Erick Thohir salah satunya disebabkan karena kurangnya jumlah pesawat yang melayani penumpang. Padahal sebelum pandemi COVID-19 sebanyak 750 pesawat. Tetapi saat ini hanya 450 pesawat, tak kuat menahan ganasnya pandemi tersebut.
“Nah, karena itu kita mendorong yang namanya merger atau penggabungan Pelita dengan Citilink,” kata Erick saat ditemui awak media di Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Dengan kondisi tersbut, Menteri Etho, sapaan Erick Thohir siap mendorong penggabungan kedua maskapai penerbangan tersebut. Tentunya bertujuan untuk menekan melambungnya harga tiket.
Saat bersamaan, pihaknya akan meningkatkan standarisasi bandara untuk menjamin keselamatan penumpang. Karena proses merger tersebut akan membutuhkan waktu yang lama.
“Yang namanya merger itu butuh proses. Pelindo itu ada empat jadi satu butuh (waktu) dua setengah tahun. Ya, kan ini Angkasa Pura baru bicara tahun ini,” jelasnya.
Menteri Etho pernah mengungkapkan saat ini 65 persen industri pesawat terbang Indonesia dikuasai swasta, sementara pemerintah hanya memiliki porsi 35 persen. Jumlah pesawat yang dimiliki pemerintah mencapai 140 pesawat.
Secara resmi, Pelita Air yang merupakan anak usaha PT Pertamina ini pertama kali terbang menjadi maskapai yang melayani penerbangan berjdwal regular pada April 2022 dengan keberangkatan dari Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta.
Dengan merger maka akan mengalihkan lisensi penerbangan Pelita Air ke Citilink yang di bawah naungan Garuda Group. Secara PT bisa saja akan tetap terpisah, konsepnya di bawah PT Garuda Group ada Garuda, ada Citilink dan Pelita Air.
Leave a Reply
Lihat Komentar