Meski Dompet Kosong, Kelas Menengah Masih Bisa Belanja dengan Paylater, Ekonom: Jangan Ugal-ugalan

Jumat, 8 November 2024 – 22:36 WIB

Nasabah mengakses layanan aplikasi bayar nanti (paylater) di Kota Serang, Banten, Kamis (12/9/2024). (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/Spt).

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com

+ Gabung

Bukan orang Indonesia kalau tak nekat. Meski dompet kosong melompong, bukan berarti tak bisa belanja. Ada cara yang sebenarnya tidak baik, karena harus berutang. Gunakan layanan keuangan buy now pay later (BNPL) alias paylater.  

Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda mengatakan, layanan keuangan paylater, kini, semakin banyak digandrungi khususnya kelas menengah atau kaum milenial dan gen-z. Ketika daya beli mereka melemah, sementara keinginan belanja terus menyala, solusinya ya paylater itu.

Artinya, kata Nailul, keberadaan paylater adalah alternatif pembiayaan di tengah melemahnya daya beli masyarakat. Ada positifnya karena mendorong tingkat konsumsi.
“Ketika daya beli masyarakat menurun, namun kebutuhan yang cenderung tetap, masyarakat akan mencari pembiayaan untuk membantu pemenuhan kebutuhan tersebut,” ujar Nailul di Jakarta, Jumat (8/11/2024).

Ia mengatakan, terdapat tiga peran penting dari layanan pembiayaan tersebut, yakni mengatasi keterbatasan dana untuk masyarakat underbanked, membantu keuangan masyarakat dengan sistem dan cicilan yang fleksibel, serta memperluas akses finansial masyarakat untuk bisa masuk ke ekosistem keuangan.

Advertisement

“Sistem penyaluran limit kredit yang cepat dan fleksibel serta diiringi dengan sistem credit scoring yang prudent, membuat paylater jadi alat keuangan yang relevan serta menjadi bantalan pembiayaan bagi masyarakat di tengah ketidakpastian ekonomi,” jelasnya.

Meskipun begitu, Nailul mengingatkan adanya risiko yang sama seperti layanan keuangan lainnya. Bahwa penggunaan paylater memiliki risiko dan dampak negatif jika tidak digunakan dengan bijak.

Ketika penyaluran pembiayaan meningkat, lanjutnya, tentunya terdapat potensi peningkatan non-performing financing (NPF). Saat ini, kata Nailul, tingkat NPF paylater masih berada di batas aman. Yakni  di bawah 5 persen, tepatnya 2,6 persen per September 2024.

Ia menekankan, pentingnya lembaga penyedia paylater untuk memprioritaskan manajemen risiko dan konsisten melakukan credit scoring untuk meminimalisir potensi peningkatan NPF.

“Saya juga menggarisbawahi pentingnya pemahaman pengguna terkait manfaat dan risiko paylater, yang tentunya juga didukung edukasi secara konsisten. Masyarakat perlu memahami mengenai batas kemampuan bayar mereka sehingga tidak menimbulkan dampak negatif dari pembiayaan dari manapun, termasuk dari paylater,” ujarnya.

Sebagai salah satu penyedia paylater di Indonesia, SVP Marketing & Communications Kredivo Indina Andamari mengatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menyediakan akses kredit yang aman, fleksibel, dan terjangkau bagi lebih banyak masyarakat.

Salah satunya adalah menyelenggarakan kampanye edukasi keuangan untuk masyarakat bertajuk #AutoMikir, #AndaiAndaPandai, serta program literasi Generasi Djempolan.

Ia menuturkan bahwa pihaknya juga terus mengutamakan penerapan prinsip responsible lending untuk menjaga NPF perseroan tetap berada dalam rentang rata-rata industri dengan bantuan sistem manajemen risiko berbasis artificial intelligence (AI) serta evaluasi rutin skor kredit pengguna.

“Meski paylater menawarkan berbagai kemudahan dan manfaat terutama di kondisi ekonomi saat ini, kami terus memberikan edukasi kepada pengguna bahwa kebijaksanaan dalam penggunaannya sangat penting untuk menghindari dampak negatif dari paylater,” imbuhnya.
 

Topik

BERITA TERKAIT