Market

Meski Menambah Ongkos Produksi, Pengusaha Batubara Pasrah Aturan Pajak Karbon

Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mendukung penerapan pajak karbon pada tahun depan. Padahal, pajak karbon menambah ongkos produksi.

“Ini satu hal yang sangat didukung oleh APBI karena kami sadar, bahwa kami adalah bagian dari satu ekosistem tertentu. Kami akan bergerak di dalam naungan yang lebih besar. Yaitu pencapaian net zero emissions target,” kata Wakil Ketua APBI, Aziz Armand dalam acara bertajuk Indonesia EBTKE ConEx di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa (23/11/2021).

Indonesia bersama seluruh negara di dunia, telah berkomitmen untuk menghadapi dampak perubahan iklim. Pemerintah memperkenalkan pajak karbon dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) untuk mendukung komitmen internasional tersebut.

Pajak karbon akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan peta jalan dengan memperhatikan perkembangan pasar karbon, pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC), serta kesiapan sektor dan kondisi ekonomi.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif bilang, penerapan pajak karbon memengaruhi biaya dan harga. Baik di hulu maupun hilir bagi pemasar energi yang menghasilkan karbon.

Tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah Rp30,00 per kilogram setara karbon dioksida. Beleid ini diberlakukan mulai 1 April 2022. Kebijakan ini diterapkan kepada subsektor PLTU batubara dengan skema cap and tax. Subjek pajak karbon merupakan orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan atau aktivitas yang menghasilkan karbon.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button