Meski Tampung Banyak Anak, Lokasi Pencabulan 2 Bocah di Surabaya Ternyata Bukan Panti Asuhan


Pemerintah Kota Surabaya memastikan tempat penampungan anak milik pelaku kekerasan seksual, NK (61) bukanlah panti asuhan berizin. Pelaku NK sendiri sudah menjadi tersangka karena mencabuli dua anak asuhnya.

Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya, Anna Fajrihatin, mengatakan pihaknya pernah beberapa kali mengunjung rumah yang dijadikan panti tersebut sebelum kasus pencabulan mencuat.

Kunjungan ini dilakukan untuk memastikan soal status rumah tersebut. Namun, pemilik rumah (pelaku) tidak mengakui bahwa tempat itu adalah panti asuhan dan memang tidak ada papan nama panti asuhan di lokasi tersebut.

“Bukan panti asuhan, tim kami sudah ketemu jauh hari dengan terduga pelaku. Dia sendiri (terduga pelaku) yang bilang itu bukan panti karena memang tidak ada yayasan serta pengurusnya,” kata Anna seperti dikutip, Jumat (7/2/2025).

Anna mengatakan, pihaknya sudah pernah meminta kepada NK (61) untuk segera mengurus izin soal status rumah yang akan dijadikan panti asuhan. Pendaftaran ini dilakukan agar tempat penampungan anak tersebut terdaftar di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) sebagai panti asuhan. Namun hingga NK tak pernah mendaftarkannya hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Timur.

“Tidak ada papan nama panti asuhan, itu hanya seperti rumah biasa begitu. Dan dia tidak pernah memberikan informasi terkait berapa jumlah anak asuhnya dan lain-lain,” jelas dia.

Menurutnya, dengan tidak terdaftarnya tempat tersebut sebagai panti asuhan, makan pihak Dinsos Surabaya tidak bisa menjatuhkan sanksi kepada yang bersangkutan.

Sebelumnya, Dirreskrimum Polda Jatim, Kombes M Farman mengatakan, pihaknya telah menangkap pelaku pencabulan pemilik tempat penampungan anak berinisial NK (61). Dia terbukti mencabuli dua anak asuhnya berulang kali.

Farman menyampaikan, tindakan bejat NK itu dilakukan sejak bulan Januari 2022 secara berulang ke dua anak asuhnya. Hingga terakhir, tindakan itu dilakukan tersangka pada tanggal 20 Januari 2025.

“Awalnya memang di panti ini ada lima penghuni anak, yang mana setelah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, kemudian tiga di antaranya meninggalkan panti tersebut. Sehingga pada saat kita lakukan penangkapan kemarin, yang ada di panti cuma dua orang, yang saat ini juga ditampung di shelter,” terangnya.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal berlapis dengan Pasal 81 Jo Pasal 76 D dan atau Pasal 82 Jo Pasal 76 E UURI No. 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UURI No. 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 6 Huruf b UU No. 12 tahun 2022 tentang tindak Pidana Kekerasan Seksual.

“Ancaman hukuman paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun untuk perlindungan anak, sedangkan UU pidana kekerasan seksual yaitu 12 tahun,” ucap Farman.