Muhammad Anwar, Peneliti dari Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS), pada Jumat (14/3/2025) menanggapi pernyataan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Rachmat Pambudy, dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, di Jakarta, Kamis (13/3/205). Dalam pertemuan itu, Rachmat mengungkap sekarang ini adalah kesempatan terakhir bagi Indonesia, keluar dari perangkap pendapatan menengah atau ‘middle income trap’.
Middle income trap adalah kondisi ketika negara berpendapatan menengah tidak dapat menjadi negara berpendapatan tinggi. Di antara penyebabnya adalah produktivitas tenaga kerja rendah, biaya produksi tinggi dan barang-barang tidak memiliki nilai tambah yang tinggi.
Menurut Anwar, pandangan Rachmat itu tidak sepenuhnya tepat. Bonus demografi yang dimiliki Indonesia saat ini adalah sebuah peluang besar yang tidak bisa diabaikan.
“Ketika jumlah angkatan kerja produktif lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk yang tidak bekerja, maka seharusnya negara bisa memanfaatkannya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan,” kata Anwar dalam wawancara dengan inilah.com.
Akan tetapi, bonus demografi sendiri bukanlah jaminan. Sebab banyak negara yang mengalami bonus demografi tetapi gagal keluar dari middle income trap karena tidak mampu mengembangkan sumber daya manusia mereka secara optimal, tidak membangun industri yang bernilai tambah tinggi, atau malah terjebak dalam kebijakan ekonomi yang keliru.
Jika ditelaah lebih dalam, middle income trap bukan hanya masalah jumlah penduduk usia produktif, tetapi juga masalah daya saing ekonomi, struktur industri, reformasi kebijakan, dan kualitas sumber daya manusia.
Negara-negara seperti Korea Selatan dan Taiwan berhasil keluar dari middle income trap bukan hanya karena mereka memiliki bonus demografi, tetapi karena mereka melakukan industrialisasi berbasis inovasi, meningkatkan kualitas pendidikan dan teknologi, serta mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis produktivitas.
Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar dalam aspek-aspek tersebut. Contohnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada sektor berbasis sumber daya alam, yang nilai tambahnya relatif rendah. Sektor manufaktur yang seharusnya menjadi tulang punggung industrialisasi mengalami stagnasi, bahkan mengalami deindustrialisasi dini.
Bukan hanya itu, kualitas pendidikan dan keterampilan tenaga kerja Indonesia juga masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain yang sudah keluar dari middle income trap. Reformasi birokrasi, kepastian hukum, dan ekosistem bisnis yang mendukung investasi jangka panjang juga masih belum terselesaikan.
“Jadi menurut kami pernyataan bahwa ini adalah kesempatan terakhir, tidak sepenuhnya tepat. Namun, ini adalah salah satu momen paling strategis yang harus dimanfaatkan dengan baik. Jika momentum ini tidak dikelola dengan baik, maka bukan berarti Indonesia tidak akan pernah bisa keluar dari middle income trap, tetapi jalannya akan semakin terjal dan penuh risiko,” kata Anwar.