Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira bilang, pemerintah seharusnya tak perlu memaksakan perayaan HUT ke-79 RI di Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim). Apalagi harus mengeluarkan anggaran yang cukup besar.
Saat ini, kata Bhima, berbagai fasilitas infrastruktur di IKN belum sepenuhnya siap dioperasikan. “Perayaan HUT di IKN bisa dibilang tidak memiliki sense of crisis ya, karena anggaran terlalu besar untuk acara seremonial. IKN-nya sendiri belum siap, tapi seremoninya megah, kan tidak nyambung ya,” kata Bhima kepada Inilah.com di Jakarta, Rabu (7/8/2024).
Masih kata Bhima, anggaran jumbo untuk perayaan HUT ke-79 RI di IKN, sebaiknya difokuskan untuk hal yang lebih mendesak dan produktif. “Misalnya industri yang saat ini dilanda PHK besar-besaran, khususnya industri padat karya. Atau solusi pengangguran usia muda yang semakin tinggi. Jelas diperlukan anggaran perlindungan sosial (perlinsos) besar untuk memitigasi dampak PHK-nya,” kata Bhima.
Selain itu, fenomena banyaknya kelas menengah yang turun menjadi orang miskin baru, menurut Bhima, seharusnya mendapat atensi khusus dari pemerintah. “APBN juga perlu fokus membantu pemulihan industri dengan berbagai insentif, dan pembangunan infrastruktur penunjang yang tentunya butuh dana tidak sedikit,” tandasnya.
Kelas Menengah Jatuh Miskin
Eks Menteri Keuangan era SBY, Chatib Basri mengungkap sejumlah data tentang kelompok menengah di Indonesia yang cukup bikin jeri. Mengutip data Bank Dunia, jumlah warga kelas menengah di Indonesia mencapai 23 persen dari total penduduk.
Setahun kemudian jumlahnya susut menjadi 21 persen seiring membengkaknya kelompok menengah bawah yang rentan miskin alias aspiring middle class (AMC), dari 47 persen menjadi 48 persen.
“Kecenderungan ini terus terjadi. Pada 2023, kelas menengah turun menjadi 17 persen. Sementara AMC naik menjadi 49 persen, kelompok rentan meningkat menjadi 23 persen. Artinya sejak 2019, sebagian dari kelas menengah mengalami penurunan kelas menjadi AMC. Sedangkan kelompok AMC turun menjadi kelompok rentan,” tutur Chatib.
Dengan garis kemiskinan 2024 sekitar Rp550.000, lanjut Chatib, masyarakat yang pengeluaran Rp1,9 juta-Rp 9,3 juta per bulan, masuk kategori menengah.
Sedangkan AMC adalah kelompok dengan pengeluaran 1,5-3,5 kali garis kemiskinan atau setara Rp825.000-Rp1,9 juta. Kelompok rentan miskin jika pengeluarannya 1-1,5 kali garis kemiskinan, atau setara Rp550.000-Rp825.000 per bulan.
Saat ini, kata Chatib, kelas menengah di Indonesia sangat tertekan dengan kenaikan harga bahan pangan. Berdasarkan data Mandiri Spending Index (MSI), porsi pengeluaran untuk groceries atau bahan makanan, meningkat dari 13,9 persen pada Januari 2023, menjadi 27,4 persen dari total pengeluaran pada Juli 2024. “Semuanya karena itu tadi, lonjakan harga bahan pangan,” imbuhnya.
Chatib menjelaskan, secara sederhana data tersebut dapat dipahami bahwa ketika pendapatan masyarakat turun, mereka tetap mempertahankan konsumsi pokok, seperti makanan.
Jika pendapatan menurun, namun konsumsi makanan tetap, konsekuensinya pengeluaran totalnya meningkat.
“Hukum Engel mengajarkan: semakin rendah pendapatan seseorang, semakin besar porsi konsumsi makanan dalam total pengeluaran. Itu sebabnya, kenaikan porsi makanan dalam total belanja, mencerminkan turunnya daya beli,” imbuh Chatib.
Salah satu penyebab tingginya pengeluaran adalah lonjakan harga pangan, terutama beras. Harga beras terus merangkak naik sejak akhir 2022 dan terus mencetak rekor tertingginya.
Di tengah sulitnya kelompok menengah untuk memenuhi kebutuhan pangan, pemerintah malah foya-foya demi pembangunan IKN. Termasuk menggelar upacara HUT ke-79 RI di IKN, Kaltim.