Market

Mirip Laos, Pembangunan Kereta Cepat Proyek Jebakan China

Sabtu, 22 Okt 2022 – 11:44 WIB

China pasang perangkap lewat investasi infrastruktur, salah satunya dengan proyek kereta cepat.

Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, M Said Didu menyebut, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah proyek jebakan China. Ujung-ujungnya, proyek ini tekor besar dan dianeksasi (ambil-alih) China.

Dalam sebuah wawancara mengupas kereta api cepat, Jakarta, Sabtu (22/10/2022), China sudah banyak menebar jebakan utang dibungkus investasi. Di Laos, misalnya, dibangun proyek kereta cepat Laos-China sepanjang 418 kilometer. Biayanya US$5,9 miliar atau setara Rp91 triliun. Belakangan, Laos angkat tangan atas utang proyek ini, China siap menganeksasi proyeknya.

“Itu cara China menjebak suatu negara. Minggu lalu Laos sudah kena dengan metode sama. Jokowi pernah bilang, ini bukan bantuan tapi kerja sama. Laos, sama proyek kereta api cepat China. Kalau Zimbabwe dan Nigeria, bandaranya diambil-alih China. Turki juga sama, infrastruktur dianeksasi China,” ungkapna.

Lalu di mana jebakan China? Said Didu menyebut, China seringkali menebar jebakan melalui tawaran investasi. Anehnya, China menerapkan syarat yang tak lazim yakni harus dijamin pemerintah. “Kalau di Indonesia jebakannya dobel, harus dijamin pemerintah dan melibatkan BUMN, seperti halnya proyek kereta cepat China,” tuturnya.

Said Didu tak setuju dengan klaim Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan bahwa proyek kereta cepat China bersifat business to business (B to B). “Ini kerja samanya b to b, tapi keuangannya g to g dibungkus dengan b to g. Di mana, pemerintah China menunjuk bank-nya, sementara Indonesia menunjuk bumn. Proyek ini bisa seperti Laos,” ungkapnya.

Ada satu hal yang menarik dari proyek kereta cepat China, kata Said Didu, banyak aturan yang dilanggar China, namun Indonesia tak bisa apa-apa. Sebut saja, biaya proyek meningkat atau cost overrun dari rencana awal US$6,07 miliar atau setara Rp86,5 triliun, menjadi US$7,9 miliar atau Rp118,5 triliun (kurs Rp15 ribu/US$). Atas kejadian ini, pemerintah Indonesia manut saja.

Belum lagi pengerjaan proyek kereta cepat yang jalannya tidak cepat lantaran molor hampir dua tahun. “Lagi-lagi, pemerintah terima begitu saja. Harusnya China selaku kontraktornya kena (wanprestasi). Saat Indonesis minta China tambah saham, tidak mau. Artinya apa, ini bisa jadi proyek merugi. Sehingga pemerintah akan melepas murah proyek ini. ujung-ujungnya jatuh ke tangan China,” terang Said Didu.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button