News

Mobilisasi Prajurit yang Dilakukan Dudung Langgar Hukum Militer, Jokowi Jangan Diam

Selasa, 20 Sep 2022 – 10:39 WIB

Aksi KSAD Jenderal Dudung Abdurachman memobilisasi prajurit untuk mengecam anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon lantaran menyampaikan kritik dalam rapat kerja di DPR masih menuai polemik. Sikap Effendi yang menyampaikan maaf secara terbuka dan konferensi pers yang telah dilakukan Dudung di Mabesad menyatakan menerima maaf tersebut tidak cukup membuat situasi menjadi jernih. Pasalnya, aksi Dudung memprovokasi prajurit dalam forum resmi AD dan videonya beredar menunjukkan yang bersangkutan telah menyalahgunakan wewenang.

Pakar militer dan pertahanan, Connie Rahakundini menilai, Presiden Jokowi selaku panglima tertinggi patut menjatuhi sanksi tegas kepada Dudung. Sebab tindakan Dudung yang mengerahkan prajurit di luar izin DPR dan Presiden telah menyalahi ketentuan umum TNI. Connie menyebut, pengerahan prajurit merupakan domain Panglima TNI dan Presiden atas izin DPR.

“TNI AD kenapa jadi seperti ini kepala stafnya? Dan seolah-olah semuanya jadi ikut saja. Tentara lain kok enggak kaya begitu ya. Ini TNI AD yang marah. Dari kemarahan ini apakah membuat kepala staf membuat (gerakan) seperti itu? Itu dia yang paling tinggi lho di Angkatan Darat, itu dilarang, itu penyalahgunaan wewenang. Kalau di luar negeri itu sudah dihukum mati,” kata Connie, kepada Inilah.com, di Jakarta, Senin (19/9/2022).

Kisruh Dudung vs Effendi bermula ketika politisi PDIP menyinggung adanya ketidakharmonisan antara Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dengan KSAD Dudung. Ketidakharmonisan ini seperti membuat adanya gerombolan di tubuh TNI seperti ormas. Effendi mendapat kecaman dari banyak prajurit melalui media sosial buntut pernyataan yang disampaikan dalam rapat kerja DPR. Belakangan dia minta maaf, namun muncul video yang menunjukkan Dudung memprovokasi prajurit dan meminta prajurit untuk memberi kecaman.

Menurut Connie, sikap Dudung merupakan pelanggaran dalam hukum militer. Dia terindikasi melakukan subordinasi mengerahkan prajurit tanpa izin Panglima TNI dan Presiden selaku Panglima Tertinggi.  “Panglima Tertinggi (Presiden Jokowi) harus menindak Dudung sebagai kepala staf. Dia tak boleh menyalahgunakan kewenangannya, penggunaan (kekuatan pasukan) ini untuk membuat gerakan,” ujarnya.

Tindakan Dudung, lanjut Connie, menunjukkan Dudung sebagai KSAD tidak memahami komando di TNI. “Apakah KSAD tahu atau tidak, penggunaan itu tidak ada di tangan beliau itu di tangan panglima TNI dan Presiden sebagai panglima tertinggi. Itu pun atas izin Kemenhan dan komisi I,” tambahnya.

Dia meyakini pemberian sanksi terhadap Dudung dapat menjadi pembelajaran bagi prajurit TNI bahwa Kepala Staf dilarang menggunakan kekuatan prajurit untuk membuat gerakan karena tergolong sebuah pelanggaran dari aturan militer. Sebagai KSAD, Dudung hanya ditugaskan melakukan pembinaan dan kesiapan operasional AD sesuai dengan pasal 16 UU 34/2004 tentang TNI.

“Pasal 16, tugas kepala staf, memimpin angkatan dalam pembinaan kekuatan dan kesiapan operasional angkatan. Membantu panglima dalam penggunaan komponen kekuatan,” kata Connie lagi.

Dia menilai, perintah Dudung terhadap pernyataan Effendi Simbolon didasari dengan kemarahannya sebagai KSAD, bukan secara umum menjadi kemarahan TNI. Apalagi, hanya Dudung yang bereaksi, sedangkan KSAU, KSAL bahkan Panglima TNI tak bereaksi apapun. Dia juga meyakini Dudung mengerahkan prajurit tidak secara spontan tetapi penuh kesadaran agar seluruh perwira hingga tamtama memberi reaksi atas pernyataan Effendi Simbolon.

“Kalau kemarahannya TNI, Kepala Staf Angkatan Udara dan Laut mungkin akan berbuat yang sama. Tapi saya yakin enggak karena kepala staf itu fungsinya pembinaan bukan penggunaan kekuatan. Memerintahkan para pamen, para pati kalau kita dengar semuanya disebut itu sudah masuk kepada penggunaan (kekuatan),” imbuh dia.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button