News

MUI Ingatkan Pihak yang Masih Kampanyekan Khilafah agar Sadar

Rabu, 29 Jun 2022 – 09:47 WIB

Ketua Badan Penanggulangan Ektremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia Muhammad Syauqillah. (Foto: Ant/HO-BNPT)

Ketua Badan Penanggulangan Ektremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia Muhammad Syauqillah. (Foto: Ant/HO-BNPT)

Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan bagi pihak yang masih mengampanyekan khilafah agar menyadari betul bahwa para ulama terdahulu telah melakukan ijtihad dan telah bersepakat atas rumusan dalam bernegara.

Ketua BPET MUI Muhammad Syauqillah dalam keterangan tertulis Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dikutip Rabu (29/6/2022) menyebut persoalan khilafah telah selesai sejak lama dan tidak perlu lagi diperdebatkan implementasinya, apalagi mewacanakan sebagai sebuah sistem pemerintahan di Indonesia.

Syauqillah mengatakan, ke-khilafah-an itu sudah berhenti di era Khulafaur Rasyidin, setelahnya muncul berbagai dinasti hingga era Usmani (Turki) yang selesai pada tahun 1923. “Penggunaan terminologi khalifah juga sudah selesai. Usmani menggunakan kata khalifah untuk menyebut penguasa. Jadi, tidak perlu lagi diwacanakan sebagai sebuah sistem pemerintahan di Indonesia,” ujar Syauqillah.

Menurut Syauqillah yang juga menjabat Kepala Program Studi Kajian Terorisme Universitas Indonesia (UI), Usmani sendiri sejatinya menggunakan sistem pemerintahan Daulah Usmaniyah dan bukan Khilafah Usmaniyah, sehingga ia menilai di sini kelemahan literasi dari para pengusung atau simpatisan ideologi khilafah.

“Sehingga, pasca-Usmani banyak sekali wilayah yang mendeklarasikan diri sebagai negara bangsa, baik dalam bentuk kerajaan dan sebagainya, termasuk Indonesia yang memilih sebagai negara Pancasila; dan kita sudah selesai Pancasila itu,” terangnya.

Syauqillah mengatakan, keterlibatan para bapak pendiri bangsa, ulama, dan tokoh telah berlangsung membentuk Indonesia sebagai darul ahdi wal syahadah atau negeri penuh kedamaian serta darul mitsaq atau negeri kesepakatan. Sehingga, sistem pemerintahan yang ada di Indonesia sudah selesai serta telah bersepakat dalam konteks berbangsa dan bernegara.

Dia menjelaskan Islam justru mengajarkan hal-hal yang mengatur tentang kehakiman, kementerian, wilayatul qadha, dan keuangan, dimana semua hal itu juga ada dalam sejarah Islam dan merupakan produk ijtihad.

“Dalam urusan berbangsa dan bernegara, tentu Islam telah mengajarkan tentang menjaga bangsa serta urusan terkait kenegaraan, seperti kehakiman, maal, hingga keuangan,” katanya.

Oleh karena itu, dia menilai perlu ada upaya nyata dari berbagai pemangku kepentingan guna mewaspadai ideologi khilafah yang semakin hari semakin masif ke lini kehidupan masyarakat.

“Ini berkenaan dengan literasi masyarakat tentang bagaimana sesungguhnya sejarah dan makna khilafah itu perlu dilihat. Kalau ada berbagai macam versi dan sejarah, sebaiknya dibaca semua dan dipertimbangkan seperti apa,” katanya.

Dia juga mengatakan perlu ada langkah atau kampanye berkesinambungan terkait narasi alternatif, yang juga harus sesuai dengan selera anak muda. “Misalnya, tentang terminologi ke-khilafah-an, terminologi khalifah, sejarah, misalnya, itu kampanye-nya harus simultan dan berkesinambungan,” tutur Syauqillah.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button