Arena

Musnahnya Mimpi Garuda Muda Mendunia Dibunuh Generasi Kolot Politisi Indonesia

Bagi insan sepak bola, gagalnya Indonesia menjadi tuan rumah ajang terbesar ketiga sepak bola dunia, setelah Piala Dunia dan Piala Dunia Putri, itu sebuah tragedi. Belum sembuh betul dari luka menganga akibat Tragedi Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang merenggut 135 nyawa, pada 1 Oktober lalu, sepak bola Indonesia kembali dihadapkan pada cobaan besar. Tak pelak, kesedihan mendalam terpancar dari wajah Hokky Caraka dan rekan-rekannya ketika mendengar kabar dari Ketua Umum PSSI Erick Thohir yang telah susah payah menemui Presiden FIFA Gianni Infantino di Doha, Qatar, Rabu (29/3). Air mata mereka meleleh. Wajah sejumlah staf pelatih pun terlihat memerah, mencoba menahan amarah.

”Ke depan, ini perlu menjadi pembelajaran. Walaupun kita mendapatnya (jatah tampil di Piala Dunia U-20) karena tuan rumah, kami berusaha semaksimal mungkin. Latihan sampai tiga kali sehari. Kalian tidak merasakan seperti kami, gimana kerja kerasnya. Bukan hanya kami, semua pemain bakal kena dampaknya” ujar Hokky Caraka, salah satu pemain tim U-20 Indonesia, saat ditemui inilah.com di lobi Hutan Sultan, Jakarta, Kamis (30/3/2023).

Keinginan para pemain muda timnas Indonesia untuk menunjukkan bakat mereka di Piala Dunia U-20 2023 telah terkubur, usai FIFA mencabut status tuan rumah dari Indonesia. Banyak dari mereka yang menyalahkan para politisi Indonesia yang kolot sebagai penyebab kegagalan mimpi Garuda Muda berlaga di Piala Dunia.

Direktur Eksekutif Merial Institute, M Arief Rosyid Hasan, sepakat bahwa para politisi yang lebih senior harus lebih mendengarkan suara anak muda. Ia juga menyatakan bahwa pernyataan para politisi yang bertentangan dengan keinginan anak-anak muda, khususnya pemain Timnas U-20, menunjukkan kurangnya perhatian praktisi politik terhadap generasi yang lebih muda.

“Menurut saya generasi yang lebih senior ini harus banyak mendengar ya. Kan kata Pak Jokowi politik atau demokrasi itu kan mendengar. Dan semangatnya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat ya,” kata Arief yang juga Komisaris Independen Bank Syariah Indonesia (BSI) kepada inilah.com, Jumat (31/3/2023).

Anak-anak muda yang bermimpi tampil di ajang sekelas Piala Dunia U-20 kini merasa hancur karena kegagalan tersebut. Mereka merasa politisi tidak memiliki pandangan yang sama dengan pemain muda sepak bola.

“Anak-anak muda ini kan punya cara pandang tersendiri terhadap situasi ini, dan dengan digagalkannya Piala Dunia ini. Ya temen-temen muda ini melihat bahwa ini tidsk sesuai dengan apa yang mereka harapkan, jadi terlepas dari alasan-alasan apa tentu akan ada dikotomi itu untuk itu,” tegas dia.

Hokky Caraka dan rekan-rekannya mengkritik tajam para politisi yang dianggap bertanggung jawab atas kegagalan Indonesia sebagai tuan rumah. Gubernur Bali Wayan Koster dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjadi sasaran kritikan terbanyak.

Arief menyarankan agar para politisi yang mendapat kritikan dari anak-anak muda menerima konsekuensi tersebut. Jika kebijakan yang diambil tidak berpihak pada generasi muda, maka mereka juga harus menerima konsekuensi tersebut.

Anak-anak muda kini marah dan media sosial dipenuhi dengan kritik. Arief menyatakan bahwa hal ini adalah bumerang bagi para politisi yang tidak memahami generasi muda.

“Ya itu lah yang namanya konsekuensi. Tidak memahami generasi muda, tidak memahami generasi millenial ya artinya mereka punya konsekuensi juga tidak akan dipahami juga oleh mereka-mereka ini. Ada boomerang buat mereka,” tutup Arief.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button