Nama Baik Gus Dur Dipulihkan, PKB: Tidak Ada Lagi Beban Pribadi


Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mengapresiasi pemulihan nama baik Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) melalui pencabutan  Ketetapan (Tap) MPR Nomor II/MPR/2001. Menurutnya, PKB memiliki alasan dan dasar hukum yang kuat untuk memulihkan nama baik Gus Dur.

“Bahwa jasa-jasa Gus Dur, bahwa proses politik yang menggantikan Gus Dur tidak boleh menjadi beban pribadi sehingga pergantian kekuasaan itu tidak terbebankan kepada pribadi Gus Dur,” kata Cak Imin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (26/9/2024).

Meski dinamika politik telah melengserkan Gus Dur dari kursi kepresidenan, namun nama baik Gus Dur bisa kembali.

“Saya kira melihat jasa-jasa Gus Dur mempertahankan pluralisme, mencairkan hubungan agama dan negara, itu menjadi cukup alasan yang kuat untuk di MPR ini memberi rekomendasi,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) sepakat memulihkan nama baik Presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pemulihan ini dilakukan lewat pencabutan atas Ketetapan (Tap) MPR Nomor II/MPR/2001 soal pemberhentian Gus Dur sebagai presiden.

Mulanya, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Eem Marhamah Zulfa memberikan pandangan fraksi dalam rapat paripurna terakhir MPR RI. Ia meminta agar MPR RI bisa memulihkan nama baik Gus Dur akibat pelengseran paksa dengan mencabut Tap MPR tersebut.

“Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia memohon agar Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengeluarkan surat keputusan administratif terkait Tap Nomor II/MPR/2001 sudah tidak berlaku lagi sesuai dengan Pasal 6 Tap MPR Nomor I/MPR/2003 dalam rangka pemulihan nama baik Presiden Kiai Haji Abdurrahman Wahid,” kata Eem di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (25/9/2024).

Adapun Eem menyebut Tap MPR MPR Nomor II/MPR/2001 seharusnya tidak berlaku lagi setelah ada Tap MPR RI Nomor I/MPR/2003 yang membahas Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.

“Pemulihan nama baik Presiden Kiai Haji Abdurrahman Wahid melalui Tap MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 6 secara sosiologis dan historis akan menjadi legasi besar bagi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia periode 2019-2024 sebagai bentuk komitmen untuk mewujudkan rekonsiliasi nasional kebangsaan yang akan diapresiasi setinggi-tingginya oleh keluarga besar Presiden Kiai Haji Abdurrahman Wahid, oleh keluarga besar Partai Kebangkitan Bangsa dan juga seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya.

Selanjutnya, Bamsoet mengatakan telah menerima surat dari Fraksi PKB terkait permintaan tersebut. Ia pun menyetujui dan akan mengagendakan paripurna terpisah untuk pengesahan tersebut.

“Berdasarkan kesepakatan Rapat Gabungan Pimpinan MPR dengan Pimpinan Fraksi/Kelompok DPD tanggal 23 September 2024, Pimpinan MPR menegaskan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden RI K.H. Abdurrahman Wahid saat ini kedudukan hukumnya tidak berlaku lagi, sebagaimana dinyatakan oleh Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002,” tutur Bamsoet.

Selain itu, Bamsoet juga mendorong para mantan Presiden RI bisa mendapat penghargaan. Hal ini ditujukan sebagai apresiasi atas jasa yang telah memimpin bangsa.

“Pimpinan MPR RI mendorong agar jasa dan pengabdian dari mantan Presiden Soekarno, mantan Presiden Soeharto, dan mantan Presiden Abdurrahman Wahid, dapat diberikan penghargaan yang layak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ucapnya.