Tersimpan banyak kegelisahan di balik senyum ramahnya. Sudah tak terhitung lagi jumlah aksi para pengemudi ojek online alias ojol turun ke jalan menuntut kesejahteraan. Ujungnya hanya janji yang tak kunjung ditepati. Terbaru, Pramono Anung yang kini siap dilantik menjadi gubernur Jakarta, menjanjikan profesi ojol jadi sektor formal dengan gaji sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP).
Tak ada rona kegembiraan di wajah Zidan (26), seorang pengemudi ojol dari Cipulir, Jakarta Selatan ketika disinggung soal janji tersebut. Ia sudah kenyang mendengar janji para politisi dan pemangku kebijakan. “Kita mah, ojol dari dulu sudah sering dikasih janji. Janji soal gaji, soal kesejahteraan, soal jaminan kerja, tapi hasilnya? Enggak ada tuh,” ujar Zidan dengan nada skeptis saat ditemui di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur.
Zidan yang sudah bertahun-tahun melakoni profesi ini paham betul bahwa dia dan teman-temannya cuma dijadikan komoditas politik belaka. Setelah urusan pemilu selesai, kaum ojol justru semakin terbebani dengan berbagai aturan perusahaan yang membuat mereka kesulitan mendapatkan insentif atau bonus tambahan.
Dalam sehari, dia mengaku bisa mendapatkan Rp 300 ribu jika berangkat dari subuh sampai malam hari. Tapi itu masih kotor, belum dihitung pemotongan aplikasi sebesar 20 persen, uang makan dan bensin.
“Dulu bonus gampang didapat, sekarang makin dipersulit. Malah orderan sering kali dipotong. Jadi bingung, bukannya makin sejahtera. Kita enggak mau cuma diberi janji kosong lagi,” katanya sambil menyeruput es teh manis.
Kembali lagi ke soal janji kesejahteraan ojol. Dia mengatakan iming-iming Pramono cuma sebatas lips service saja, karena tidak jelas aturan mainnya.
“Itu harus diatur, harus jelas gitu loh. Takutnya nanti, yaudah kita toh dapat gaji UMP doang perbulan. Terus semua orderan yang kita dapat setiap harinya, dipotong sama perusahaan. Semua kan jadi ribet juga nanti, susah juga,” tuturnya.
Jangan bicara soal aturan yang baru. Persoalan klasik ojol yang selalu mereka suarakan selama ini saja tak kunjung muncul solusinya. Tuntutan yang sempat digaungkan pada Agustus lalu, juga belum ada jalan keluar. Adapun tuntutannya:
1. Revisi dan penambahan pasal dalam Permenkominfo Nomor 1 Tahun 2012 yang mengatur formula tarif layanan pos komersial bagi mitra ojek online dan kurir.
2. Evaluasi dan pengawasan terhadap program aplikator yang dianggap merugikan mitra.
3. Penghapusan Program Layanan Tarif Hemat yang dinilai tidak manusiawi.
4. Penyeragaman tarif layanan di semua aplikator.
5. Penolakan terhadap promosi aplikator yang dibebankan kepada pendapatan mitra driver.
6. Legalitas ojek online di Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama dari beberapa kementerian terkait.
Sungguh ironis melihat nasib para pengemudi ojol jika disandingkan dengan kontribusi mereka bagi perekonomian dalam negeri. Sebuah hasil riset yang pernah dipublikasikan tahun 2019, menunjukkan besarnya sumbangan mereka bagi roda ekonomi nasional, mencapai Rp127 triliun.
Survei yang dilakukan IDEAS pada 2023 terhadap 225 pengemudi ojol di 10 titik simpul transportasi di Jabodetabek mengungkap fakta bahwa untuk memenuhi kebutuhan hidup, sebanyak 68,9 persen pengemudi ojol di Jabodetabek mengaku harus bekerja antara 9-16 jam per hari, hal tersebut jauh lebih lama dari jam kerja normal 8 jam per hari.
Selain jam kerja yang panjang, sebanyak 79,6 persen responden memiliki 6-7 hari kerja, melebihi batas normal 5 hari kerja. Bahkan 42,2 persen responden mengaku setiap hari bekerja tanpa libur dalam sepekan. Jika menggunakan asumsi 24 hari kerja, maka mendapatkan fakta bahwa rerata pendapatan kotor bulanan ojek daring secara umum berada dibawah upah minimum kota.
Selain itu, ada juga persoalan risiko kerja dan jaminan kesehatan. Kombinasi waktu kerja yang sangat panjang dan tempat utama kerja adalah jalan raya membuat mitra ojol terpapar dan memiliki risiko kecelakaan kerja yang tinggi.
Dengan sebagian besar waktu kerja dihabiskan di jalan raya, dikombinasikan dengan kondisi tubuh yang kelelahan akibat jam kerja yang panjang, mengalami kecelakaan menjadi tidak terhindarkan. Sebanyak 31,6 persen responden mengaku pernah mengalami kecelakaan selama menjadi mitra ojol, dengan 2,7 persen diantaranya mengalami luka berat dan motor rusak berat.