Hangout

Ngutil di Minimarket, Kenali Gejala Kleptomania dan Shoplifting

Akhir-akhir ini pencurian di minimarket meningkat. Yang terakhir terjadi dan heboh adalah kasus pencurian cokelat di Alfamart di Kabupaten Tangerang. Beberapa pelaku mengutil ini mengalami apa yang disebut penyakit kleptomania dan shoplifting. Apa saja gejalanya?

Kasus pencurian yang terakhir terjadi di Desa Sampora, Kecamatan Cisauk, Tangerang, Banten, Sabtu (13/8/2022) mendapat perhatian besar warga dunia maya. Dalam videonya yang viral, seorang perempuan yang bernama Mariana Ahong menurut pengakuan karyawan Alfamart terpergok mencuri cokelat. Melihat kendaraan yang digunakan yakni mobil Mercy, tentu pelakunya bukan orang yang tidak mampu membeli cokelat.

Tindakan mengutil mencuri barang dagangan di toko, minimarket termasuk di ritel modern yang besar masih sering terjadi. Ada fenomena para pelaku pencurian ini mengidap penyakit shoplifting atau kleptomania. Ini merupakan gejala gangguan kejiwaan yang tidak boleh diabaikan.

Apa Beda Shoplifting dan Kleptomania?

Shoplifting atau kecanduan mengutil mirip dengan kleptomania. Seseorang dengan shoplifting akan mengalami keinginan luar biasa untuk mengutil barang. Ada ketegangan dan tekanan konstan dengan pikiran berulang untuk mengutil. Mereka mengalami kemiripan dengan apa yang terjadi ketika seseorang menggunakan obat-obatan, narkoba atau alkohol. Mereka mulai mencari pengalaman berulang lagi dan lagi.

Perilaku mengutil shoplifting bisa sama atau bahkan lebih membuat ketagihan. National Association for Shoplifting Prevention (NASP) mengungkapkan, 57 persen orang dewasa dan 33 persen remaja mengatakan sulit bagi mereka untuk berhenti mengutil bahkan setelah tertangkap. Seperti kecanduan lainnya, gejala utama adalah terus menggunakan zat atau terlibat dalam perilaku meskipun mengalami konsekuensi negatif.

Sementara kleptomania adalah kegagalan berulang untuk menahan keinginan mencuri. Dalam kebanyakan kasus kleptomania, orang tersebut mencuri barang-barang yang tidak mereka butuhkan. Barang-barang yang dicuri seringkali bernilai kecil atau tidak berharga, dan mereka sebenarnya bisa dengan mudah membelinya. Ini tidak seperti kebanyakan kasus pencurian kriminal, di mana barang-barang dicuri karena kebutuhan atau karena sangat berharga.

Mengutip Healthline, orang dengan kleptomania merasakan dorongan kuat untuk mencuri, dengan kecemasan, ketegangan, dan gairah yang mengarah pada pencurian dan perasaan senang dan lega selama pencurian. Banyak kleptomania juga merasa bersalah atau menyesal setelah tindakan mencuri selesai, tetapi kemudian tidak mampu menahan keinginan tersebut.

Orang dengan kleptomania juga biasanya mencuri secara spontan dan sendirian. Sementara pencurian kriminal sudah direncanakan sebelumnya dan mungkin melibatkan orang lain. Tidak seperti pencurian kriminal, barang-barang yang dicuri penderita kleptomania akan jarang digunakan. Mereka kemungkinan akan menyimpannya, membuangnya, atau memberikannya kepada teman dan keluarga.

Mungkin kita pernah mendengar cerita tentang selebriti yang ditangkap karena mengutil. Mereka adalah orang kaya yang mencuri bukan karena tidak mampu membeli makanan untuk anak-anak mereka. Ini adalah sebuah penyakit kejiwaan yang membuat penderitanya sangat suka mencuri dan memiliki kesenangan setelah melakukan hal tersebut.

Faktor Penyebab

Ada berbagai faktor dapat berkontribusi pada kleptomania. Genetika dan biologi dapat menjadi penyebabnya. Misalnya riwayat keluarga kleptomania atau shoplifting. Juga memiliki penyakit mental lainnya, termasuk gangguan bipolar, gangguan kecemasan, gangguan penggunaan zat, atau gangguan kepribadian.

Ada juga yang mengalami masalah dengan kadar serotonin yang rendah, yang menyebabkan peningkatan perilaku impulsif. Juga ketidakseimbangan dalam sistem opioid otak serta gangguan adiktif, karena mencuri dapat melepaskan aliran dopamin.

Bisa jadi juga karena trauma kepala, seperti gegar otak atau trauma pada usia muda. Disfungsi keluarga juga dapat menyebabkan anak-anak mencuri, yang dapat memicu kecenderungan kleptomania bila dikombinasikan dengan gangguan mood atau kecanduan lainnya. Yang terakhir ini menarik yakni faktor jenis kelamin karena ternyata dua pertiga orang yang didiagnosis dengan kleptomania adalah perempuan.

Mengobati Kleptomania

Mengutip WebMD, kleptomania sangat sulit untuk diobati sendiri, jadi mendapatkan bantuan medis adalah suatu keharusan bagi kebanyakan orang yang mengalaminya. Perawatan biasanya melibatkan kombinasi psikoterapi dan obat-obatan, yang dapat mengatasi pemicu dan penyebab.

Terapi perilaku kognitif paling sering digunakan untuk mengobati kleptomania. Dengan jenis perawatan ini, terapis akan membantu Anda belajar menghentikan perilaku yang merugikan dan mengatasi kognisi yang menyebabkannya.

Dalam terapi kognitif, terapis Anda dapat menggunakan desensitisasi sistematis, di mana Anda berlatih teknik relaksasi untuk belajar mengendalikan dorongan untuk mencuri. Ada pula terapi covert sensitization atau kepekaan terselubung, yang akan membayangkan diri Anda menghadapi konsekuensi negatif setelah mencuri sehingga memungkinkan Anda menghindari kebiasaan itu.

Dokter mungkin akan memberikan obat kecanduan untuk mengobati tetapi tidak untuk menyembuhkan kondisi tersebut. Meskipun kleptomania sangat sulit disembuhkan, namun dapat diobati. Perawatan berkelanjutan dan kehati-hatian diperlukan untuk menghindari kekambuhan kleptomania.

Jika Anda mencurigai seorang teman atau anggota keluarga mungkin menderita kleptomania, sampaikan kekhawatiran Anda dengan cara halus. Perlu diingat bahwa kleptomania adalah kondisi kesehatan mental, bukan cacat karakter, jadi dekati tanpa menyalahkan atau menuduh. Lalu bujuklah orang tersebut untuk menemui dokter spesialis kejiwaan agar dipantau perkembangannya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button