Meski nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS masih di atas Rp16.000/US$, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG-BI) menahan suku bunga acuan atau BIRate di level 6,25 persen. Angka ini bertahan sejak April 2024.
“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 16 dan 17 Juli 2024, memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,25 persen,” kata Gubernut Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam paparan media setelah RDG BI, Jakarta, Rabu (17/7/2024).
Perry mengatakan, keputusan ini memperhatikan kondisi eksternal, juga mempertimbangkan data di dalam negeri yang didukung konsumi dan investasi.
“Kita melihat adanya peningkatan stimulus dan kinerja ekspor juga membuat ekonomi membaik. Kondisi ini membuat keyakinan BI akan pertumbuhan ekonomi berada di level 4,7 persen-5,5 persen,” kata Perry.
Di sisi lain, nilai tukar rupiah menguat 80 poin, atau setara 0,49 persen menjadi Rp16.100/US$ dari sebelumnya Rp16.180/US$. Meski menguat, mata uang Garuda tetap saja kurang berharga di mata mata uang negeri Uncle Sam.
Dengan masih tingginya dolar AS, membuat berat kalangan pelaku usaha. Ke depan, pemerintah dan BI diharapkan punya jurus ampuh untuk memperkuat kurs rupiah.
“Kami Berharap, pemerintah dan Bank Indonesia bisa mengendalikan dan mendorong nilai tukar rupiah kembali ke level di bawah Rp16.000 per dolar AS. Memang kita harus menjaga sih kalau bisa di level di bawah Rp16.000 per dolar AS, ya tentu saja akan lebih baik,” kata
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani.
Dengan nilai tukar Rp16.000/US$, pemerintah bisa-bisa kena penalti karena melanggar UU APBN yang menetapkan kurs Rp15.000/US$.
“Kita tidak hanya permasalahkan tingginya, tapi jangan sampai ada volatilitas. Itu yang akan sangat mengganggu kami,” kata Shinta.
Shinta juga berharap agar BI rate tidak naik lagi dari 6,25 persen. Karena angka ini sudah cukup memberatkan kalangan bisnis. “Kalau kita sih maunya kalau bisa, jangan dinaikkan BI-Rate lagi lah dengan kondisi yang seperti ini,” katanya.