Nobar Film Dirty Vote di Mbloc Space Mendadak Batal

Ramainya film dokumenter Dirty Vote membuat publik bertanya-tanya mengenai kebenaran yang disampaikan tiga ahli tata negara yakni Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, dan Bivitri Susanti.

Karena itu Gerakan Salam 4 Jari menggelar nonton bareng (nobar) dan diskusi film dokumenter Dirty Vote di Mbloc Creative Hall pada Senin (12/2/2024) pukul 19.00-21.00 WIB. Namun acara nobar tersebut mendadak batal karena dilarang oleh Peruri sebagai pemilik tempat.

“Kabar Duka Untuk Demokrasi: Nobar & Diskusi Film Dirty Vote Dilarang!” tulis akun Instagram @Salam4jari_id dikutip Senin (12/2/2024).

Belum diketahui secara pasti alasan pelarangan tersebut, namun pihak Peruri menegaskan akan mengirimkan surat larangan digelarnya nobar tersebut malam ini.

“Kami mohon maaf jika dengan terpaksa acara nobar dan diskusi dibatalkan,” lanjutnya.

Diketahui, film dokumenter Dirty Vote dirilis oleh rumah produksi WatchDoc di platform YouTube. Film tersebut menampilkan tiga pakar hukum tata negara, yaitu Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada, Feri Amsari dari Universitas Andalas, dan Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.

Tiga pakar itu secara bergantian dan bersama-sama menjelaskan rentetan peristiwa yang diyakini bagian dari kecurangan pemilu.

Dalam beberapa bagian, sejumlah pakar juga mengkritik Bawaslu yang dinilai tidak tegas dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran pemilu. Alhasil menurut mereka, tidak ada efek jera sehingga pelanggaran pemilu cenderung terjadi berulang.

Sang sutradara, Dandhy Dwi Laksono menyebut filmnya itu sebagai bentuk edukasi untuk masyarakat terutama beberapa hari sebelum mereka menggunakan hak pilihnya saat pemungutan suara pada 14 Februari 2024.

“Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tetapi hari ini saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara,” kata Dandhy.

Dia menjelaskan film itu digarap dalam waktu 2 minggu, yang mencakup proses riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis. Pembuatannya, dia menambahkan, melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.

Dalam waktu kurang lebih 8 jam setelah siar di YouTube, film itu saat ini telah dilihat satu juta lebih orang dan dan disukai oleh 117.000 lebih pengguna YouTube.

Sumber: Inilah.com