Nyaris 2.000 Anak Jakarta Ketagihan Judol, Pengamat: Merusak Ekonomi Rakyat Menengah ke Bawah

Sabtu, 16 November 2024 – 13:04 WIB

Angka pelaku judi online (judol) di AS terus meningkat. (Foto: Shutterstock)

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com

+ Gabung

Di tengah banyaknya masyarakat Indonesia kelas menengah ke bawah kesulitan keuangan, praktik judi online alias judol justru marak. Celakanya, praktik judol sudah merambah anak-anak. Kondisi ini tak bisa dibiarkan.

“Fenomena judi online semakin meresahkan rakyat Indonesia. Data menyebutkan, mayoritas pelakunya adalah masyarakat menengah ke bawah. Tepatnya 80 persen dari 4,4 juta penjudi online aktif adalah menengah ke bawah. Saatnya darurat judi online,” kata pengamat kebijakan publik dari UPN Veteran-Jakarta, Achmad Nur Hidayat (ANH), Jakarta, Sabtu (16/11/2024).

Fenomena maraknya judi online di Indonesia, kata ANH, tidak hanya menjadi masalah sosial, tetapi juga ancaman serius bagi perekonomian nasional. Di balik janji semu keuntungan instan, judi online meninggalkan jejak kehancuran yang meluas. “Mulai dari rumah tangga, produktivitas tenaga kerja, hingga sektor ekonomi lainnya, terkena imbas judol,” tegasnya.

Sayangnya, keuntungan besar dari aktivitas judol ini hanya dinikmati segelintir pihak yaitu para bandar dan pelindungnya baik ASN maupun aparat penegak hukum kebagian juga.

Ironisnya, sampai saat ini, belum ada bandar atau pelindungnya yang ditangkap atau diproses hukum. Dari sisi ekonomi, praktik judi online ini, tidak memberikan nilai tambah bagi perekonomian. “Sebagian besar dana yang digunakan dalam aktivitas ini mengalir tanpa menghasilkan barang atau jasa produktif,” kata ANH.

Uang yang seharusnya dialokasikan untuk kebutuhan mendasar, pendidikan, atau investasi keluarga, lanjutnya, justru terbuang tanpa memberikan manfaat balik yang signifikan. 
“Akibatnya, daya beli masyarakat menurun, terutama di kelompok menengah ke bawah yang memiliki sumber daya ekonomi terbatas,” kata ekonom UPN Veteran-Jakarta itu.

Advertisement

Advertisement

Lebih parah lagi, lanjut ANH, sebagian besar platform judi online dioperasikan oleh entitas asing. Artinya, dana yang dihabiskan masyarakat Indonesia untuk judi online, mengalir keluar negeri, menciptakan kebocoran devisa.

Dalam jangka panjang, kondisi ini melemahkan stabilitas ekonomi nasional, karena konsumsi masyarakat tidak lagi mendukung aktivitas ekonomi domestik. “Keuntungan besar yang didapat oleh bandar judi justru menjadi kerugian ganda bagi perekonomian Indonesia,” ungkapnya.

Hampir 2.000 Anak di Jakarta Terpapar Judol

Lebih miris lagi, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati menyebut,1.836 anak sampai usia 17 tahun di Jakarta, tergila-gila permainan judi online.

Dia bilang, anak-anak di bawah umur, umumnya belum bisa membedakan mana permainan yang mengarah pada ciri-ciri judi online, dan mana yang tidak. Untuk itu, peran orang tua sangat penting untuk mencegah anak-anak terpapar judi online.

“Dari beberapa hasil tanya jawab dengan anak-anak, bahkan dari pengaduan, sudah ada yang kami awasi. Bedanya cukup tipis, antara murni permainan gim yang berklasifikasi usia dengan judi lewat gim,” kata Ai, Jakarta, Selasa (12/11/2024).

Selain pengawasan orang tua, Ai mengatakan, faktor lingkungan sekitar juga berpengaruh. Orang terdekat bisa menjadi pemicu para anak terpapar judi online.

“Bisa juga berawal dari hilangnya kontrol. Ataupun role model. Misalnya, ada orang terdekatnya, orang tua, saudara atau teman-temannya yang malah main judi online. Sehingga sang anak ikut-ikutan juga,” imbuhnya.

Untuk itu, Ai menekankan pentingnya peningkatan literasi para anak untuk memerangi judi online yang tersamarkan dalam gim online.

“Literasi digital untuk para anak kita ini, harus ditingkatkan. Kemampuan untuk menolak, oh ini judi, ini bukan, harus diajarkan. Klasifikasi usia harus disesuaikan dengan downloadnya jenis permainan atau malah judol,” ucapnya.

Selain literasi, Ai mendorong Kementerian Komunikasi dan Digigal (Komdigi) segera melakukan takedown terhadap seluruh aplikasi gim yang berbau judi online.

“Di aspek kebijakan, saya rasa harus di-takedown habis itu yang sudah menyerupai judi online. Contoh pertaruhan, slot, menang sekali kalahnya puluhan kali. Ini mengundang reaksi anak ingin terus main,” ungkapnya.

Topik

BERITA TERKAIT