Direktur Keuangan Pertamina, Emma Sri Martini mengaku telah berkonsultasi dengan Kejaksaan Agung terkait penyidikan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023.
Hasilnya, Emma mengungkapkan, Kejagung tidak akan melakukan penyitaan terhadap aset objek vital nasional di Pertamina demi kelancaran operasional perusahaan.
“Jadi Kejaksaan tidak akan melakukan semacam penyegelan atau penyitaan aset yang digunakan untuk kelancaran operasional distribusi dan juga pelayanan kepada masyarakat dalam konteks penyediaan energi dan juga ketahanan energi nasional. Apalagi yang terjadi di Pertamina Group yang menyangkut objek vital nasional,” ujar Emma dalam diskusi bersama awak media di Ballroom Grha Pertamina, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (4/3/2025).
Emma menjelaskan, aset tersebut tidak disita karena dalam Undang-Undang Pemberdayaan Negara, objek vital nasional berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, khususnya kebutuhan bahan bakar. Oleh karena itu, Kejaksaan memastikan kegiatan operasional Pertamina tetap berjalan tanpa gangguan.
“Kejaksaan mempunyai hak untuk mengontrol aset itu untuk dikendalikan dalam kontrol sepenuhnya oleh Kejaksaan, apalagi itu menyangkut aset objek vital nasional. Sehingga dalam konteks itu aset itu boleh saja dikelolakan dan dioperasikan oleh Pertamina,” jelasnya.
Lebih lanjut Emma menegaskan, Kejaksaan memastikan kelangsungan operasional distribusi energi Pertamina tetap terjamin.
“Sehingga dipastikan ada assurance bahwa operasional dalam konteks Pertamina melakukan pelayanan distribusi energi itu tidak terganggu. Dalam konteks seperti itu terkait asetnya,” sambungnya.
Menurut Emma, dukungan dari Kejagung membuat Pertamina dapat menjalankan program-program strategisnya, termasuk Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2025.
“Dan tahun-tahun ke depannya mungkin itu yang disampaikan. Jadi support-nya dari para lenders dan stakeholders financial tetap tidak terganggu karena melihat support dari pemerintah tetap utuh, tidak akan mengganggu operasional dan cash flow revenue generation dari Pertamina Group tetap akan berjalan sesuai secara norma,” jelasnya.
Diketahui, Kejagung sedang menyidik terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Subholding serta KKKS periode 2018-2023.
Hingga saat ini, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam skandal korupsi tersebut. Dua tersangka terbaru adalah Maya Kusmaya, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, serta Edward Corne, VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga. Keduanya langsung ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Modus operandi dalam kasus ini mencakup pengoplosan minyak berkadar oktan rendah dengan oktan tinggi serta pengadaan bahan bakar dengan sistem penunjukan langsung tanpa lelang. Akibat praktik tersebut, harga BBM yang diperoleh jauh lebih mahal dari seharusnya. Kerugian negara akibat skandal ini diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun, menjadikannya salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia.
Kejagung juga mengungkap adanya kesepakatan ilegal dalam pengadaan minyak mentah yang merugikan negara dalam jumlah besar. Selain Maya Kusmaya dan Edward Corne, tujuh tersangka lainnya adalah:
1. Riva Siahaan – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
2. Sani Dinar Saifuddin – Direktur Optimasi Feedstock dan Produk
3. Yoki Firnandi – Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping
4. Agus Purwono – Vice President Feedstock Manajemen Kilang Pertamina Internasional
5. Muhammad Kerry Andrianto – Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
6. Dimas Werhaspati – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa
7. Gading Ramadhan Joedo – Komisaris PT Jenggala Maritim