Kanal

Oemar Dachlan Diusulkan Aliansi Jurnalis Kaltim Jadi Pahlawan Nasional

Tokoh pers Provinsi Kalimantan Timur Almarhum Oemar Dachlan mendapat dukungan sebagai Pahlawan Nasional oleh para jurnalis di wilayah setempat dalam acara Outlook Pers Kaltim 2022.

Ketua panitia Charles Siahaan menjelaskan kegiatan telah terlaksana pada Sabtu (8/1) di Swiss Bell Samarinda dengan beberapa agenda yakni Konvensi Media Siber dan pertemuan tokoh-tokoh pers lintas generasi dengan tajuk Wartawan Legend Bedapatan.

“Konvensi Media Siber menghadirkan Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, M Agung Dharmajaya,” kata Charles Siahaan dalam keterangan resmi di Samarinda, Kamis.

Sedangkan acara Wartawan Legend Bedapatan terdiri dari acara Haul mendoakan Jurnalis Kaltim yang sudah meninggal dunia dan melanjuti acara deklarasi kalangan pers mengusung Oemar Dachlan sebagai Pahlawan Nasional

“Pada malam puncak ada pemberian penghargaan kepada Kapolda Kaltim dari PWI. Ini penghargaan karena selama tahun 2021 lalu Polda dan jajarannya di seluruh Kaltim konsisten menegakkan undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, jika terjadi sengketa pers,” ucap Uchok, panggilan dari Charles Siahaan.

Profil Oemar Dachlan

Pria kelahiran Samarinda 1913 tercatat sebagai wartawan paling senior yang masih berkarya sampai usianya 95 tahun sehingga ia dikenal juga sebagai “wartawan lima zaman”, dari zaman perjuangan melawan Belanda, Jepang, Proklamasi Kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru sampai Era Reformasi.

Almarhum Oemar Dahlan dikenal sebagai sahabat karib mantan Wapres, almarhum Adam Malik yang ketika itu sama-sama mendirikan Partai Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia) sebagaimana Adam Malik katakan dalam suratnya tertanggal 23 Pebruari 1981 yang menyatakan bahwa Oemar Dahlan adalah salah seorang pendiri dan penegak partai Gerindo untuk daerah Kalimantan.

Berbagai pergerakan menantang penjajah ia ikuti sehingga Pemerintah Belanda pernah membujuk Oemar agar mau “menyeberang”. Ia pernah dapat tawaran duduk dalam delegasi Kalimantan Timur ke Konferensi “Bizonder Federal Overleg (BFO) di Bandung pada 1948.

Namun, Oemar muda dengan tegas menolaknya karena tahu maksud melanda dalam BFO itu untuk membungkam pergerakan melalui politik pecah belah untuk membuat negara federasi.

Di zaman Pemerintahan Belanda, Oemar pernah dua kali menghadapi delik pers dan kena denda 75 gulden, yakni saat sebagai Redaktur harian “Pewarta Borneo” pada 1935 dan saat menjadi “Hoofdredacteur” (Pimred) “Pantjaran Berita” (koran nasional) pada 1940.

Kifrah Oemar sebelum meninggal pada 2008 beliau masih tetap produktif menulis baik menerbitkan sejumlah buku sejarah perjuangan di Kaltim maupun tulisan-tulisan lepas di berbagai koran harian di Kaltim.

Silih berganti zaman, namun Oemar tetap dengan keyakinannya untuk membela kebenaran melalui penanya, bahkan setelah kemerdekaan, ia rela melepaskan jabatan sebagai PNS di Departemen Penerangan karena merasa kebebasannya terkungkung dalam menulis.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Ibnu Naufal

Menulis untuk masa depan untuk aku, kamu dan kita.
Back to top button