Market

OJK: Transaksi Digital Rawan karena Literasinya Rendah

Selasa, 09 Agu 2022 – 11:01 WIB

OJK: Transaksi Digital Rawan karena Literasinya Rendah - inilah.com

(Ilustrasi: iStockphoto.com)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui, transaksi digital telah memudahkan dan menciptakan gaya hidup baru. Namun, ini juga mengandung kerawanan karena tingkat literasi keuangan dan literasi digital masyarakat Indonesia masih terhitung rendah.

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi mengatakan hal itu dalam webinar ‘Sehat Kelola Dana dengan Fasilitas Pinjol dan Uang Digital’ di Jakarta, Selasa (2/8/2022).

“Dunia digital juga mengandung potensi kerawanan karena kita masih memiliki tingkat literasi keuangan dan literasi digital yang rendah,” ujarnya.

Sampai dengan Juni 2022, Satgas Waspada Investasi atau SWI telah menutup 1.130 penawaran investasi illegal, 4.089 pinjaman online alias pinjol ilegal, dan 165 gadai ilegal.

Oleh karena itu, kata dia, OJK, bersama-sama dengan para pemangku kepentingan lainnya, terus berupaya mengoptimalkan penggunan financial technology untuk peningkatan keuangan inklusif.

Paling tidak, kata Kiki, panggilan akrabnya, terdapat empat inisiatif yang telah dan akan terus dilakukan OJK.

Yang pertama, ia membeberkan, adalah program literasi dan edukasi keuangan secara massif, yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan seluruh wilayah Indonesia.

“Kami menyadari bahwa program edukasi keuangan hanya akan berjalan efektif apabila dilakukan menggunakan delivery channel yang paling sesuai dengan karakteristik masyarakat. Oleh karena itu, kami menggarisbawahi pentingnya melakukan program edukasi keuangan dengan menggunakan media digital, yang saat ini telah menjadi gaya hidup baru bagi para milenial,” papar dia.

Selain meningkatkan edukasi, OJK juga terus menambah kanal layanan informasi dan pengaduan yang dapat dijangkau oleh konsumen dan masyarakat.

“Sejak tahun 2018, kami telah menyempurnakan call center OJK dengan membuka layanan Whatsapp, penyediaan robot penjawab untuk pertanyaan sederhana, serta implementasi Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen yang dapat diakses dimana saja dan kapan saja,” ungkapnya.

Inisiatif kedua adalah pengembangan produk keuangan. OJK akan terus mendukung inovasi produk teknologi  untuk menciptakan produk-produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakat. “Paling tidak, itu memiliki tiga karakteristik, yaitu accessible, flexible, dan affordable,” ucapnya.

Sementara inisiatif yang ketiga adalah penerapan prinsip-prinsip Perlindungan Konsumen. OJK berkeyakinan bahwa perlindungan konsumen industri jasa keuangan merupakan salah satu fondasi dasar dalam membangun industri keuangan yang kokoh di suatu negara.

Ia melanjutkan, peran consumer protection dalam menjaga kepercayaan masyarakat atau trust dalam hal ini sangat penting. “Karena, ‘trust’ merupakan sebuah prasyarat bagi pengembangan industri jasa keuangan kita,” ucapnya.

Yang terakhir, ia menekankan, mengingat tindakan melawan hukum di bidang penghimpunan dana dan pengelolaan investasi sebagian besar merupakan tindakan yang bersifat lintas yurisdiksi. “Karena itu, keberadaan Satgas Waspada Investasi yang terdiri dari 12 Kementerian-Lembaga, mutlak diperlukan,” imbuhnya.

Di atas semua itu, financial technology dalam rangka keuangan inklusif, yang dibarengi dengan upaya edukasi keuangan dan perlindungan konsumen, merupakan hal yang sangat krusial dan  strategis. “Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan inklusi keuangan sebesar 90% pada tahun 2024,” pungkas Kiki.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button