Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengungkapkan dampak dari makin derasnya pengaruh negatif dari gadget atau gawai dan media sosial terhadap moralitas remaja di Indonesia.
Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri menilai, akses anak-anak terhadap gadget telah menciptakan ketidaksinambungan antara dunia nyata dan dunia virtual.
Terlebih setelah era Pandemi COVID-19, ketika sekolah menerapkan metode pembelajaran secara jarak jauh. Sehingga, mengurangi interaksi sosial mereka secara langsung.
“Ada dampak yang cukup permanen dari COVID-19 yaitu menurunnya tingkat kualitas belajar para siswa di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Nah itu juga mempengaruhi mereka ada yang memang
mengalami trauma berkelanjutan setelah dalam pembelajaran jarak jauh di rumahnya tidak berinteraksi,” kata Iman kepada Inilah.com, Jumat (27/12/2024).
Kondisi semakin memprihatinkan ketika anak-anak memiliki akses bebas ke internet, terutama melalui media sosial yang mudah digapai melalui gawai mereka.
Paparan ini membuat banyak remaja terpengaruh dan cenderung meniru berbagai tindakan kekerasan yang mereka saksikan di dunia daring.
“Anak-anak yang selalu bermain handphone cenderung mengalami ketidaksinambungan antara dunia nyata dengan dunia virtual. Apa yang mereka lihat di dunia digital kekerasan, perjudian, atau hal negatif lainnya, menjadi referensi mereka, sehingga mereka meniru atau melakukan mimikri dari tindakan-tindakan tersebut,” tutur Iman.
Oleh sebab itu, Iman pun mendorong pemerintah untuk mulai memberlakukan aturan, larangan penggunaan gadget di sekolah, sebagaimana telah dilakukan di beberapa negara maju.
Pemerintah kata Iman bisa berpedoman pada Australia dan beberapa negara di Eropa yang telah membatasi penggunaan media sosial dan akses internet bagi anak di bawah umur.
Selain itu, ia juga menyoroti rekomendasi UNESCO yang menganjurkan pembatasan gadget di lingkungan sekolah.
“Belum terlambat saya kira untuk melakukan itu jangan sampai anak-anak kita tidak punya orientasi, tidak punya karakter karena maaf kita tidak bisa mengandalkan sekolah,” ujar dia.
“Sekolah ini hanya satu per tiga kegiatan anak selain di sekolah di rumah ada juga di lingkungan masyarakat atau di tongkrongan ini juga harus diperhatikan karena seperti tadi ya pencurian pelecehan perjudian dan lain sebagainya itu kan dipelajari oleh para remaja di lingkungan luar rumah dan juga di luar sekolah,” sambungnya.
Lebih jauh, Iman mengatakan, lingkungan tempat anak-anak tumbuh harus menjadi ruang yang positif dan mendukung perkembangan mereka.
Untuk itu, penting bagi semua pihak, terutama pemerintah, kembali mengambil kendali dalam melindungi generasi muda dari paparan negatif yang tidak pantas diterima.
“Dan saya kira ini sudah mendesak sekali,” pungkasnya.